Laporan : Tim Kabar Publik (JMSI)
Editor : Mahmud Marhaba
GORONTALO [KP] – Alyun Hippy akhirnya mendatangi Mako Polda Gorontalo, guna melaporkan Gubernur Gorontalo,. Rusli Habibie, Rabu (15/04/2020). Dirinya didampingi Kuasa Hukum, DR. Arie Duke bersama tim.
Alyun Hippy dalam hal ini sebagai Pelapor melaporkan Gubernur Gorontalo yang dalam laporan tersebut berstatus Terlapor terkait adanya dugaan perbuatan yang dilakukan oleh Gubernur Gorontalo yakni mengenai kegiatan pembagian sembako yang dilakukan pada tanggal 7 April 2020 berlangsung di depan rumah dinas Gubernur Gorontalo.
Menurut Pelapor, diketahui bahwa tanggal 19 Maret 2020, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) mengeluarkan Maklumat Kapolri Nomor : Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19), Demikia halnya pada tanggal 23 Maret 2020, Kementrian Kesehatan RI mengeluarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19). Tanggal 31 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),
Pelapor mengetahui dan melihat telah terjadi kegiatan pembagian sembako yang dihadiri oleh ribuan Becak Motor (Bentor) dan masyarakat untuk menerima pembagian sembako dari Terlapor. Pembagian sembako tersebut dilakukan secara terbuka, masyarakat berdesak-desakan, sehingga terjadi antrian manusia yang panjang dan kemacetan parah diarea sekitar lapangan Taruna Remaja yang dibuktikan dengan dokumen foto. Pembagian sembako tersebut dijumpai sebagian besar masyarakat yang berdesak-desakan tidak menggunakan masker dan tidak melakukan physical distancing (jaga jarak fisik) sebagaimana Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 dari Kementrian Kesehatan.
Menariknya, Pelapor juga melaporkan terkait dengan penanganan isolasi Jamaah Tabligh pada tanggal 10 April 2020, yang berjumlah kurang lebih 170 orang yang mengikuti kegiatan keagamaan di Gowa Sulawesi Selatan. Jamaah Tabligh ditempatkan di Mess Haji Provinsi Gorontalo selama 14 hari yang kemudian ditetapkan sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan). Merujuk dari laporan yang diperoleh Pelapor dari salah seorang saksi FI yang menyatakan selama 2 hari menjalani Isolasi para ODP merasa diperlakukan tidak selayaknya, tidak mendapatkan pendampingan rehabilitasi secara psycologis, tidak ada petugas medis yang ditempatkan Pemrov Gorontalo di Fasilitas Isolasi, kesehatan ODP tidak pernah dikontrol, makan tidak teratur bahkan tidak terpenuhi asupan gizinya, diberikan minum hanya 3 gelas air dalam sehari dari air yang diberikan dengan nasi bungkus, tidak ada dapur umum, tidak diberikan masker.
Terlapor sebagai Gubernur Gorontalo terhadap kelompok Jamaah Tabliq ini tidak melakukan kegiatan Surveilans secara benar. Menurut Pelapor, jika kelompok Jamaah Tabliq tersebut sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG) seharusnya dilakukan kegiatan Survailens selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan kasus positif Covid-19 dari kegiatan keagamaan di Gowa sekitar tanggal 18 Maret 2020. Dirinya juga mengatakan terhadap OTG pada 14 hari tersebut tidak dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT PCR.
Seharusnya, kata Pelapor, pemeriksaan Rapid Test apabila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, namun yang terjadi Pemeriksaan Rapid Tes baru dilakukan pada tanggal 10 April 2020 sudah lebih dari 14 hari sejak kontak terakhir dengan positif Covid-19 di Gowa. Demikian juga hal yang sama terhadap ODP tidak dilakukan prosedur sesuai dengan 7 Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 oleh Terlapor sebagai Gubernur.
“Dalam pelaksanaan isolasi / karantina yang dilakukan tersebut saya mendapat info dari salah satu ODP yang menyatakan tidak ada pembatasan sosial 1 meter terhadap orang-orang yang dikarantina, sebab jika ingin mengambil air di dispenser yang hanya 1 unit pasti akan berdekatan. Padahal berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Bab IV mengenai tata cara perlengkapan selama masa karantina disebutkan ,pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang yang di karantina,” Kata Alyun Hippy, Rabu (15/04/2020).
Olehnya Pelapor melaporkan Terlapor atas perbuatan Terlapor yang bisa dijerat dengan Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan karena tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dari Kementrian Kesehatan RI Tahun 2020, dan Maklumat KAPOLRI Nomor : Mak/2/III/2020. Hal yang sama juga dengan dugaan pelanggaran prosedur pembagian sembako.
“Apa yang dilakukan Terlapor dengan kegiatan pembagian sembako disaat Pemerintah Pusat telah menyatakan Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) melalui Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2020. Namun disayangkan, Terlapor justru tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana diatur dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19,” tegas Alyun kepada sejumlah wartawan.
Untuk itu, Pelapor mendatangi pihak Kepolisan Daerah Gorontalo agar segera bertindak untuk melakukan proses hukum terhadap Terlapor tersebut, karena perbuatan Terlapor disaat kondisi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sangat membahayakan keselamatan rakyat, dan harus segera ditindak secara tegas.
Sementara itu, kuasa hukum Terlapor, Suslianto, SH., MH yang dimintai tanggapannya oleh wartawan yang tergabung dalam Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) soal laporan kalinnya, dirinya mengatakan belum mendapat informasi soal laporan terhadap klainnya.#[KP]
Komentar