JAKARTA (kabarpublik) – Teknologi mengubah cara anak-anak belajar, bermain, dan berinteraksi. Di balik kemudahan yang ditawarkan dunia digital, tersembunyi ancaman yang menggerus nilai-nilai karakter.
Fenomena anak sekolah terjerat judi online (Judol) menjadi salah satu bukti nyata bahwa pendidikan karakter belum sepenuhnya menjadi pondasi dalam sistem pendidikan.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti, yang menegaskan, penguatan pendidikan karakter harus menjadi prioritas dalam menghadapi tantangan era digital.
“Pendidikan karakter harus direformulasi menjadi pendidikan karakter berbasis risiko digital. Sehingga anak sejak dini memahami konsekuensi nyata dari perilaku daring seperti judi online, microtransaction, dan pinjaman digital,” katanya, seperti dikutip dari Parlementaria, Rabu (29/10/2025).
Pendidikan karakter, kata dia, bukan sekadar pelengkap dalam kurikulum, tetapi pondasi utama pembentukan adab dan kesadaran diri anak.
“Maka pendidikan karakter harus jadi dasar dalam sistem pendidikan di Indonesia, karena menjadi modal dalam membentuk adab setiap individu, dan semuanya harus dimulai sejak anak-anak, dari bangku awal sekolah dasar,” kata politisi PDI-Perjuangan itu.
Esti mencontohkan keberhasilan Jepang menerapkan pendidikan karakter sejak usia dini. Di negara itu anak-anak yang baru masuk sekolah dasar belum diajarkan Calistung (baca, tulis dan hitung), melainkan dibentuk karakter seperti belajar menjaga kebersihan, saling tolong-menolong, serta menanamkan adab yang baik sebagai modal menjalani hidup.
“Kita bisa lihat attitude atau manner masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi etika. Kita sering lihat warga Jepang tak segan membuangkan sampah orang lain saat mereka melihatnya, seperti dalam pertandingan-pertandingan olahraga, termasuk di luar negara mereka,” imbuhnya.
Selain di sekolah, kontrol dan pendampingan di lingkungan keluarga juga menjadi kunci. Ia menegaskan, tugas melindungi anak dari pengaruh judi online merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, lingkungan sosial, dan instansi negara.
“Semua stakeholder bertanggung jawab memastikan anak-anak kita bebas dari pengaruh Judol, termasuk lingkungan sosial mereka dan instansi negara terkait. Tentunya kami juga di DPR turut berperan melalui fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Saat saya ke Lemhanas periode lalu, saya juga sempat ingatkan soal ini,” tambahnya.
Dalam momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda 2025, Esti mengingatkan, perjuangan generasi muda saat ini bukan lagi melawan penjajahan fisik, melainkan menghadapi bentuk baru penjajahan digital yang dapat menggerus karakter bangsa.
“Jika di masa lalu pemuda berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah, maka generasi muda saat ini harus berjuang memerdekakan diri dari penjajahan digital yang berpotensi menggerus karakter masa depan bangsa,” ucap Esti.
Ia menekankan pentingnya membangun ketangguhan generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh arus informasi dan budaya digital yang begitu deras. “Pemuda hari ini ditantang untuk menjadi generasi yang bukan hanya cerdas, tapi juga tangguh secara digital, mampu memilah informasi, menolak manipulasi, dan menjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah derasnya arus teknologi,” katanya.
Menutup pernyataannya, Esti mengajak seluruh generasi muda untuk memaknai Sumpah Pemuda sebagai momentum menjaga persatuan dan kebebasan berpikir di era digital. “Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda. Mari kita jaga semangat persatuan dan kemerdekaan berpikir di dunia nyata maupun di dunia digital,” tutupnya.

