Laporan : Tim KP Gorontalo, Editor : Mahmud Marhaba
GORONTALO [KP] – Koordinator Gorontalo Corruption Watch (GCW), Deswerd Zougira meminta Kejaksaan untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi pemotongan gaji dan lauk pauk dosen dan staf administrasi UNG (Universitas Negeri Gorontalo). GCW menilai laporan korupsi itu tidak boleh didiamkan karena akan merusak citra Kejaksaan di mata publik.
Deswerd menegaskan gaji dan lauk pauk ASN tidak bisa dipotong untuk alasan dan kepentingan apa pun kecuali bila yang bersangkutan ada utang pada Negara atau TGR (Tagihan Ganti Rugi). Diluar itu diancam pidana karena dianggap memeras atau pungli. Kata advokad ini, ancaman pidana diatur di pasal 12 huruf (f) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam berita yang pernah dimuat oleh kabarpublik.id beberapa waktu lalu, 3 Juni lalu Ketua LSM Walihua, Rauf Abdul Azis alias Sindu melaporkan kasus pemotongan gaji dan lauk pauk itu ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Disebutkan dalam laporan itu, Wakil Rektor II, Vence Wantu atas nama Rektor telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 327/UN47.2/2020 tanggal 2 April 2020 untuk memotong gaji atau lauk pauk ASN. Konon tindakan itu belakangan diketahui untuk menanggulangi Covid-19 di Indonesia.
Sindu juga memberi info soal aliran dana yang sudah dipotong. Tulis dia, dana ternyata sudah dipotong oleh BRI sejak pembayaran gaji atau lauk pauk bulan April. Padahal dalam Edaran disebutkan dipotong pada bulan Mei. Lalu, ada ASN yang gaji atau lauk pauknya dipotong melebihi angka besaran yang tercantum dalam edaran. Setelah dipotong, dana kemudian ditransfer ke rekening masing-masing fakultas, sebagian lagi ditransfer lagi ke rekening UPT (Unit Pelaksana Tugas). Kenapa dana itu masuk ke rekening UPT, bukan ke rekening Rektor sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana lazimnya. Dalam keterangannya yang disampikan oleh salah seorang pengurus UPT, pihaknya membantah aliran dana tersebut dan menegaskan tidak tahu menahu atas aliran dana dimaksud.
Disebutkan juga, kalau surat edaran yang ditanda tangani Wakil Rektor II tersebut tidak mencantumkan landasan hukum memotong gaji atau lauk pauk ASN. Edaran mengandung himbauan yang memaksa serta tidak menyebutkan secara spesifik dana dipotong untuk apa.
Sayangnya, pada 29 Juni lalu, mendadak Sindu menyurati Kepala Kejaksaan Tinggi memberi tahu mencabut laporan diatas dengan alasan tidak memiliki dasar dan tidak cukup bukti.
Terhadap sikap Sindu yang mencabut laporan dugaan pungli tersebut, Deswerd mengatakan jika laporan bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa.
“Kasus ini bukan delik aduan tetapi delik biasa. Jadi walaupun aduannya dicabut pelapor, tidak ada alasan untuk menghentikannya. Apalagi sudah cukup bukti, ada surat edaran, transfer dari bank ke bendahara fakultas dan saksi ASN. Jadi tidak benar tidak cukup bukti. Kasus ini dan beberapa kasus korupsi lainnya masuk daftar advokasi GCW untuk didorong diproses. Kalau Kajati sekarang tidak proses, kami tunggu Kajati berikutnya”, kata Deswerd ke kabarpublik.id Jumat, 13 November 2020 kemarin.#[KP]
Komentar