Laporan : Tim Kabar Publik, Editor : Mahmud Marhaba
JAKARTA [KP] – Hanya empat hari pasca putusan PTUN Jakarta atas sengketa pemilihan Rektor UNG (Universitas Negeri Gorontalo) Senin, 27 Juli 2020, Prof. Ani Hasan melaui Uster Bawembang, kuasa hukumnya mengajukan banding. Akta banding Nomor 17/G/2020/PTUN Jkt itu diteken Panitera Muda Hi. Romlah, SH., MH.
Menurut Uster, upaya banding yang cepat itu karena pihaknya sudah mempelajari putusan dan mendapati ada kesalahan pencantuman jabatan saksi, kesalahan menulis keterangan saksi, ada tiga saksi penggugat yang 95% keterangannya tidak dimuat dalam putusan dan majelis yang keliru dalam menerapkan hukum.
Gugatan ini berawal ketika menteri menyalurkan seluruh hak suaranya hanya kepada calon Eduart Wolok saat pelaksanaan pemilihan Rektor UNG September tahun lalu. Dan majelis hakim yang diketuai Andi Muh. Rahman dalam putusannya itu menyebutkan tidak menerima eksepsi Mendikbud (Tergugat) dan Rektor (Tergugat Intervensi) dan menolak gugatan Penggugat seluruhnya.
Uster mengungkapkan, setelah diteliti, terdapat keterangan dua saksi penggugat yang menyatakan menteri tidak membentuk Tim Penilai Kinerja Calon Pimpinan Calon PT (Perguruan Tinggi), menteri tidak melakukan rekam jejak calon rektor, calon rektor Eduard Wolok hanya mengikuti program S3 kuliah hari Sabtu sesuai hasil investigasi Ombudsman, sudah lama Kemendikbud melarang ijazah yang diperoleh dari kelas Sabtu dan Minggu dipakai untuk penyetaraan, pengusulan pencantuman gelar Eduard sempat ditolak BKN, hingga penetapan calon rektor Eduard belum memasukan nota pencantuman gelar dari BKN sebagai syarat, semua tidak dimasukan sebagai keterangan saksi di dalam putusan. Beruntung, kata Uster, pihaknya ada memasukan keterangan-keterangan saksi itu dalam kesimpulan.
Uster juga mengatakan majelis keliru dalam penerapan hukum. Contohnya majelis samasekali tidak mempertimbangkan materi gugatan soal menteri yang tidak membentuk Tim Penilai Kinerja Calon Pimpinan PT sesuai amanah PermenristekdiktiNomor 21 Tahun 2018. Padahal, hasil kerja Tim menjadi bahan pertimbangan menteri dalam memilih rektor.
Padahal dalam persidangan, kata Uster, pihaknya mengajukan bukti surat Permenristekdikti, dua orang saksi, yaitu Sekertaris Panitia Pilrek Rivai Hamzah dan anggota Senat Prof. M. Ikbal Bahua menerangkan bahwa benar tidak ada Tim Penilai Kinerja. Sedangkan Menteri dan Rektor tidak mampu membuktikan kalau tim itu ada. Tidak ada SK (Surat Keputusan) menteri tentang pembentukan Tim Penilai Kinerja.
“Pelanggaran prosedur ini saja sudah cukup untuk membatalkan SK pengangkatan rektor karena proses pilrek tidak benar atau cacat”, tegas Uster seraya menambahkan memori banding akan dimasukan Senin pekan depan.#[KP]
Komentar