Mendengar kata “GURU” tentunya bukanlah kata yang asing lagi di telinga kita. Namun, pernahkah kita berfikir tentang tugas dan tanggung jawab seorang guru terhadap muridnya? Seberapa besar tanggung jawab itu? Jika diukur menggunakan alat pengukur apapun, tentu tidak akan kita temui hasilnya.
Menjadi seorang guru tentunya harus memiliki sifat yang sabar dalam menghadapi berbagai macam karakter murid yang akan di bimbingnya, tanpa seorang guru kita tidak akan bernilai untuk orang lain, oleh karena itu profesi guru dikatakan profesi yang paling mulia.
Mereka yang mampu melewati dengan baik dan berhasil menjadikan seseorang, minimal seseorang mengantongi ijazah yang didambakan adalah sesuatu yang membanggakan.
Demikianlah halnya dengan seorang guru yang bertugas dalam membimbing siswa yang berkebutuhan khusus atau disebut disabilitas.
Mohamad Nur Hunawa, seorang yang berprofesi guru berdomisili di kecamatan Tapa kabupaten Bone Bolango. Meski baru berusia 25 tahun, Mohamad Nur Hunawa mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Bonepantai. Wilayah itu cukup jauh dengan rentang kendali sekitar 47 Kilometer.
Setiap pukul 04.30 wita, disaat orang lain masih tertidur pulas, dirinya harus bangkit dari tempat tidur dan mengalahkan seluruh rasa malasnya. Setiap hari Mohamad Nur harus berangkat pukul 05.30 wita menggunakan sepeda motor dengan menempuh perjalanan kurang lebih satu jam. Apalagi medannya cukup terjal. Lebih kurang 60 menit perjalan Muhamad Nur menuju sekolah, meski kadang kala diperhadapkan dengan cuaca yang ekstrim.
Meski demikian, hal ini tidak menjadi sebuah hambatan dan bahkan dirinya menjadikan ini sebuah tantangan yang menarik di setiap pagi.
Tak cukup sampai di situ saja, ketika dirinya sampai disekolah, dirinya harus mengurus siswa – siswi yang tinggal di asrama sekolah. Mulai dari memandikan siswa sampai dengan mempersiapkan makanan sebelum memasuki jam mata pelajaran.
Letak geografis sekolah tersebut berada di pelosok wilayah Kabupaten, dibutuhkan penambahan kapasitas pengajar. Karena panggilan itulah, saya bersedia menjadi wali kelas di tiga kelas yang berbeda, yakni kelas 4, 5, dan 6 untuk kelas Tuna Grahita.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa penyandang Tuna Grahita merupakan seseorang yang memiliki keterbelakangan mental dan memiliki pola pikir dibawah rata-rata dibandingkan manusia normal pada umumnya, tentunya dalam menghadapi hal seperti ini tidaklah mudah dalam melakukan proses belajar mengajar.
Memo, adalah sebuah nama yang akrab dilingkungan sekitar yang kerap disandingkan dengan dirinya. Setiap harinya, Memo harus beradaptasi dengan karakter siswa-siswinya yang memiliki keterbatasan untuk berfikir. Beruntung dirinya sudah terlatih dalam kondisi seperti ini meskipun sebelumnya Memo sempat berada di titik kejenuhan karena sampai dengan saat ini dirinya masih berstatus Guru Tidak Tetap (GTT) sementara dirinya telah mengantongi lembar Ijazah dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Gorontalo.
Dalam proses belajar mengajar, terkadang dirinya harus bertingkah konyol dengan menirukan berbagai macam karakter yang ada di dalam film action, hal ini dilakukan untuk membuat suasana di dalam ruang kelasnya menjadi semakin menarik.
Setelah dirinya tengah asyik memainkan peran sebagai seorang guru yang mengajar secara langsung para siswa – siswi Tuna Grahita, kini dirinya kembali diperhadapkan dengan kondisi yang cukup sulit saat ini dimana kondisi bumi saat ini sedang dilanda oleh wabah Corona Virus Disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan Covid-19. Tentunya hal ini menjadi sebuah ancaman bagi setiap manusia disegala penjuru wilayah.
Dan tentunya proses belajar mengajar yang dihadapi oleh Memo tak lagi seperti dulu, dimana matanya harus terbuka sebelum ayam jantan dihalaman rumahnya berkokok. Kini, dirinya harus melahirkan cara baru lagi dalam melakukan proses belajar mengajar yang bersifat daring, setelah adanya surat edaran dari pemerintah setempat yang harus melakukan seluruh pekerjaannya dari rumah.
Memo memulai proses belajar mengajar via online menggunakan salah satu aplikasi yang sudah ditetapkan dari sekolah tempat dirinya bekerja. Meski demikian, siswa yang bisa mengikuti kelas online ini hanya dibatasi sebanyak 3 orang saja. Sementara, dirinya harus mengajar di tiga kelas yang berbeda.
Dalam situasi seperti ini, tentunya memo harus menjadi seorang guru yang lebih giat lagi. Pasalnya, dalam setiap pembelajaran online dirinya harus mengajar selama 3 jam kepada 3 siswa yang terhubung melalui jaringan internet dan setelah itu dirinya harus mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan kepada siswa selanjutnya.
Lebih rumitnya lagi, Memo harus diperhadapkan dengan siswa yang tidak memiliki Handpone Android, sebagai guru yang mempunyai tanggung jawab yang besar, tentu beban ini sudah dipikul oleh Memo sejak Tahun 2018 kemarin.
Ditengah kondisi daerah yang saat ini dilanda virus Covid-19, Memo harus keluar dari rumahnya untuk melakukan proses belajar mengajar di rumah siswa tersebut yang lokasinya tak jauh dari lokasi sekolah tempat dirinya bekerja. Dan kembali lagi dirinya harus menaklukkan jarak sejauh 47 Kilometer hanya untuk mengajar seorang siswa.
Meski demikian, Memo tetap melaksanakan proses pembelajaran tanpa menyampingkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah. Proses ini berlangsung tak cukup lama. Sebab pemerintah pusat telah menerapkan sistem belajar dari rumah melalui siaran TVRI.
Dengan adanya terobosan ini, Memo tak lagi melakukan aktivitas yang rumit seperti sebelumnya. Kini dirinya tinggal memantau aktivitas siswanya melalui orang tua siswa yang mendampingi pembelajaran siswa melalui stasiun TV Nasional tersebut.
Melalui catatan digital sepenggal kisah seorang Memo yang memperjuangkan masa depan para siswanya, dirinya berharap wabah ini akan segera berlalu sehingga proses belajar kembali seperti semula dan bagi para pemangku kebijakan yang sempat membaca catatan perjuangan dari seorang Memo ini semoga pintu hati dari para elit pemerintahan terbuka,agar dapat memberikan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan Guru yang tak henti-hentinya dalam mengasah peran dari para siswa sebagai penerus bangsa.##
Komentar