Beda Pola Gejala Demam Berdarah dan Covid-19, Ini Penjelasan Ahli

BERITA350 Dilihat

Laporan : Ifan S. Saluki
Editor : YR

GORONTALO [kabarpublik.id] – Di tengah ancaman pandemi yang serius seperti sekarang ini. Kita dituntut harus cermat dalam membedakan gejala Demam Berdarah (Demam Dengue) dan Coronavirus Disease of 2019 (Covid-19).

Sebab, kebanyakan dari kita masih bingung mendiagnosis suatu penyakit demam berdarah ketika mengalami gejalanya. Karena Covid-19 dan demam berdarah memiliki gejala yang hampir mirip, salah satunya demam (kenaikan suhu tubuh).

Walaupun gejala demam terjadi diantara kedua penyakit tersebut hampir mirip, namun polanya tetap berbeda. Lantas bagaimanakah membedakan gejala demam berdarah dan Covid-19 .?

Seperti dilansir dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, langkah untuk membedakan gejala demam dangue (DBD) dengan covid-19, antara lain :

Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pola pada demam dengue (DBD) fase demam itu terjadi akibat diremia. Diremia artinya di dalam darah ada virus yang beredar.

Dan demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat, karena penyebab demamnya itu ada terus dalam darah hingga sampai kurang lebih 3 hari.

“Jika pasien minum obat penurun panas, maka demam akan turun namun tidak lama kemudian demam akan naik lagi. Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demam nya ada terus di dalam darah,” kata dr. Erni pada Konferensi Pers Asean Dengue Day 2021, 15 Juni 2021 pekan lalu.

Hal itu tentu berbeda dengan demam COVID-19. Pada demam ini disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan seperti sesak napas, batuk, susah menelan anosmia (kondisi saat seseorang tidak bisa mencium bau).

“Bedanya dengan COVID-19 adalah pada dengue pola demamnya mendadak dan langsung tinggi,” ucapnya.

Perlu kita pahami bahwa sebelum seseorang mengalami demam dengue (DBD), akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu. Jadi penularan DBD tidak terjadi seketika, akan tetapi ada masa inkubasinya selama 5-10 hari.

Dimana masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah, namun belum menimbulkan gejala sampai kemudian jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah, kemudian menimbulkan penyakit atau demam.

dr. Erni juga menambahkan, pada pasien demam dengue (DBD) biasanya mengalami sakit kepala yang khas yaitu sakit kepala di bagian depan kepala atau di belakang bola mata.

“Bagi anak-anak, demam dengue biasanya terjadi akut mendadak dan muka mengalami merah khas, tapi pada COVID-19 gejala tidak membuat muka merah,” ujarnya

Ilustrasi (sumber foto: Poskota.com)
Ilustrasi (sumber foto: Poskota.com)

Sementara itu, Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K) mengatakan yang dominan pada demam dengue (DBD) adalah demam kemudian sakit kepala dan batuk pilek nya lebih ringan dibanding pada COVID-19.

“Demam dengue di hari ketiga setelah gigitan nyamuk harus menjadi perhatian penting, karena secara umum demam dengue itu infeksi terjadi di hari ke-3 sampai hari ke-6, itu masuk fase kritis yang bisa rawan di mana bisa meninggal kalau tidak diberikan cairan obat yang cukup,” katanya.

Kemudian pada COVID-19, penyakit yang biasa dikeluhkan berupa demam, itu bisa sampai 5 sampai 7 hari disertai batuk pilek yang lebih dominan dan makin tambah sesak, serta saturasi oksigen nya menurun. Dan itu menurut dr. Mulya dianggap berat untuk kasus COVID-19 pada anak.

Lebih lanjut dirinya jelaskan fase demam dengue (DBD) antara lain dari hari kesatu sampai hari ketiga adalah fase demam, kemudian fase kritis antara hari ke-3 sampai ke-6, kemudian fase penyembuhan dari fase setelah hari ke-6.

“Pada fase demam ini anak demam tinggi dan biasanya menjadi malas minum sehingga yang harus diperhatikan adalah harus dipantau minumnya jangan sampai anak dehidrasi,” ucapnya.

Pada fase kritis di antara hari ke-3 sampai hari ke-6 terjadi kebocoran dari pembuluh darah yang bisa menyebabkan syok hipovolemik.

Hal ini perlu untuk diperhatikan, karena kalau cairan obat yang diberikan kurang maka kemungkinan akan menyebabkan kematian.

“Pada infeksi DBD biasanya demam terjadi mendadak tinggi, namun setelah hari ketiga pada saat memasuki fase kritis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak kekurangan cairan obat karena di fase inilah terjadi kebocoran pembuluh darah yang bisa menyebabkan kematian,” jelas dr. Mulya

Berbeda dengan kasus COVID-19, pada minggu pertama terjadi demam, kemudian menjelang akhir minggu pertama ini antara hari ke-5 sampai hari ke-7 mulai ada gejala-gejala respiratorik seperti sesak, batuk pilek. Dan disinilah tanda-tanda biasanya makin berat.

“Pada COVID-19 demam bisa tinggi tapi bisa disertai dengan batuk pilek dan bertambah sesak. Terutama masa kritisnya adalah pada akhir minggu pertama, di sinilah saturasi oksigen bisa menurun,” tutur dr. Mulya.

Demikian yang perlu kita ketahui untuk membedakan gejala Demam Berdarah (Demam Dengue) dan Coronavirus Disease of 2019 (Covid-19).

Tetap patuhi protokol kesehatan dan jangan lupa pula untuk selalu meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar terhindar dari penularan virus. #[KP]

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
1
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar