Laporan : Rizky R. Umar (Jarber SMSI), Editor : Mahmud Marhaba
KOTA GORONTALO [KP] – Walikota Gorontalo Marten Taha bersama sejumlah Walikota di seluruh Indonesia yang tergabung pada Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menggelar pertemuan dengan Jusuf Kalla, Wakil Presinden RI di Kantor Wakil Presinden RI, Jumat (30/08/2019). Tiga hal yang menjadi topik pembahasan hangat, antara para Walikota terebut dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, diantaranya, tentang kenaikan iuran BPJS, pendidikan, dana kelurahan dan P3K.
Dalam keterangannya Walikota Gorontalo, Marten Taha mengatakan jiak semua para Walikota menolak kenaikan iuran oleh BPJS. Ini beralasan karena menurut para Walikota se Indonesia jika iuran BPJS ini tidak seimbang dengan kinerja BPJS, di masing-masing daerah termasuk Kota Gorontalo. Salah satu contoh nyata adalah ditemukan adanya tunggakan baik pembayara insentif dokter. Dampaknya, sejumlah Rumah Sakit dan unit pelayanan kesehatan di Kota Gorontalo, kesulitan membeli obat. Olehnya Walikota Gorontalo mengaskan jika BPJS ingin iuran dinaikkan, maka kinerjanya harus ditingkatkan.
“Kami tahu kalau BPJS defisit sekitar Rp 24 triliun. Namun jika ingin menaikkan iuran, harus disesuaikan pula kinerja BPJS, khususnya dalam membayarkan insentif dokter dan layanan masyarakat. Apalagi iuran yang dinaikkan BPJS ini dua kali lipat dari iuran sebelumnya,” ujar Marten yang di release pada website Humas Pemkot https://bag-humas.gorontalokota.go.id.
Sementara itu Airin Rachmi Diany, Walikota Tanggeran Selatan ungkapkan, mengenai kenaikan iuran BPJS ini ada obsi yang diberikan oleh Wakil Presinden RI, yakni masing-masing daerah diberikan kesempatan, untuk menghitung berapa besar anggaran yang digunakan daerah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang kesehatan yang ada di BPJS.
“Usulnya Pak Wakil Presiden RI, kita hitung saja, berapa biaya kebutuhan kesehatan khususnya iuran BPJS di masing-masing daerah, nah itulah yang diberikan pemerintah pusat ke daerah,” ungkap Airin.
Sedangkan pada program pendidikan Airin ungkapkan, semua Walikota yang tergabung dalam APEKSI masih mendukung sistem zonasi, khususnya untuk penerimaan peserta didik baru. Sebagaiman termaktub dalam Permendikbud Nomor 51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020.
“Penerapan sistem zonasi mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing. Peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah,” jelas Airin.
Sementara itu terkiat P3K dan dana kelurahan, seluruh Walikota APEKSI meminta Pemerintah Pusat untuk menyamakan jumlah dana kelurahan, seperti dana desa.
“Supaya anggaran dana kelurahan bisa melayani pengentasan kemiskinan di setiap daerah. Bahkan bisa mengatasi persoalan sosial kemasyarakatan,” tutup Airin.#[KP/HMS]
Komentar