INI ALASAN MENGAPA GUGATAN ANI HASAN DI PTUN JAKARTA DITERIMA LAGI

GORONTALO, KONTROL222 Dilihat

Laporan : JMSI
Editor : Mahmud Marhaba

JAKARTA [KP] – Ketika media ini memberitakan PTUN Jakarta menolak gugatan yang didaftarkan Prof. Ani M. Hasan terkait proses Pilrek Universitas Negeri Gorontalo, maka ada yang berpikir jika PTUN telah menolak gugatan Ani, bahkan ada yang menvonis Ani telah kalah.

Tetapi sesunguhnya tidak demikian. Gugatan Ani pada Desember 2019 kemarin bukan ditolak melainkan tidak dapat diterima. Itu karena penggungat tidak terlebih dahulu melakukan keberatan terhadap surat keputusan menteri atas pengangkatan Eduart sebagai rektor UNG. Penggugat ada mengajukan keberataan tetapi keberatan itu ditujukan ke Presiden.

Kini gugutan kembali didaftar setelah penggugat melayangkan keberatan ke menteri tetapi lewat sepuluh hari tidak ditanggapi. Gugatan itu terdaftar dibawa nomor : 17/G/2020/PTUN-JKT.

Kuasa hukum Ani, Deswerd Zougira dalam gugatannya menguraikan bahwa terjadi penyalahgunaan kewenangan dan prosedur yang dilakukan menteri selama proses pilrek.

Disebutkan, saat pilrek berlangsung, Menteri menyalurkan seluruh hak suaranya kepada Eduart tidak didasari kriteria yang jelas sehingga terasa sangat tidak adil. Tindakan menteri itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang.

Menteri memang memiliki 35% hak suara tetapi dengan cara menyalurkannya secara gelondongan hanya kepada satu calon tanpa dasar yang jelas itu bertentangan dengan asas ketidakberpihakan dan asas-asas pemerintahan yang baik sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2014.

Disebutkan, saat menyalurkan hak suara secara gelondongan, menteri diwakili oleh Agus Indarjo, Sekertaris Direktur Jenderal Kemenristekdik. Agus adalah mantan Wakil Rektor II di Undip, menggantikan H Mohammad Nasir yang diangkat menjadi menteri.

Disebutkan pula bahwa proses menuju pelantikan Eduart sangat cepat, hanya dua minggu setelah pilrek. Padahal telah beredar luas instruksi presiden kepada para menteri untuk tidak membuat keputusan-keputusan strategis diantaranya melantik atau memutasi pejabat dijajarannya, yang berpotensi menimbulkan dampak dikemudian hari, sampai pelantikan presiden pada 20 Oktober.

Selain terjadi penyalahgunaan kewenangan tersebut, terjadi pula pelanggaran prosedur dimana menteri tidak pernah membentuk Panitia Penilai yang tugasnya menilai kinerja dan kualitas dan tidak menelusuri rekam jejak para calon rektor sebagaimana diamanahkan Permenristek Dikti Nomor 21 Tahun 2018. Padahal penelusuran rekam jejak sangat penting untuk mengetahui calon yang bersih dan berintegritas.

Penggugat menilai selama proses pilrek hingga pelantikan telah terjadi pelanggaran hukum yang masif yang dilakukan menteri sehingga itu produk hukum berupa Surat Keputusan yang dihasilkan dari proses yang menyimpang tersebut tidak dapat lagi untuk dipertahankan.

Menurut Penggugat, dari fakta-fakta yang disebutkan diatas jelas sudah kalau Eduart memang sejak awal sudah disiapkan menteri untuk menjadi rektor kendati untuk tujuan itu menteri menyalahgunakan wewenang dan melanggar prosedur pilrek.

Maka atas hal-hal itu, Penggugat minta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 32029/M/KP/2019 tanggal 24 September 2019 tentang Pengangkatan Rektor. Menyatakan pelantikan dan pengambilan sumpah Eduart batal dengan sendirinya dan memerintahkan menteri untuk segera melaksanakan pemilihan ulang rektor akibat dari pembatalan surat keputusan tersebut walaupun ada upaya banding atau kasasi.

Diperkirakan perkara ini akan digelar pekan depan dengan agenda pembacaan gugatan. Nah, bagaimana akhirnya, kita ikuti saja.#[KP]

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar