JAKARTA (kabarpublik) — Di era digital saat ini, validasi sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Banyak orang merasa perlu mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar, baik melalui media sosial maupun dalam interaksi sehari-hari.
Nah dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun untuk pecinta kabarpublik.id, kami menemukan bahwa fenomena ini memiliki dua sisi: dapat memberikan dorongan positif, tetapi juga berpotensi menimbulkan tekanan psikologis.
Sisi Positif Validasi Sosial
Secara alami, manusia memiliki kebutuhan untuk diakui dan diterima. Ketika seseorang mendapat apresiasi, dukungan, atau pujian, hal itu dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memperkuat hubungan sosial.
Validasi sosial juga mampu memotivasi seseorang untuk terus berkarya, berkembang, dan memperbaiki diri. Di dunia kerja, misalnya, penghargaan dari rekan atau atasan bisa meningkatkan semangat dan produktivitas.
Selain itu, dalam konteks sosial yang lebih luas, validasi membantu menciptakan rasa kebersamaan. Dukungan dari orang lain dapat menjadi sumber kekuatan ketika seseorang menghadapi tantangan atau kegagalan.
Sisi Negatif Validasi Sosial
Di balik sisi positifnya, validasi sosial juga memiliki dampak negatif jika digunakan secara berlebihan. Ketergantungan pada pengakuan orang lain dapat membuat seseorang kehilangan jati diri dan merasa tidak berharga tanpa pujian atau persetujuan eksternal.
Kondisi ini sering terlihat di media sosial, ketika individu mulai menilai dirinya berdasarkan jumlah “like”, komentar, atau pengikut. Rasa cemas, iri, bahkan depresi bisa muncul ketika ekspektasi tidak terpenuhi.
Fenomena ini dikenal sebagai “perangkap validasi sosial”, di mana kebahagiaan bergantung pada penilaian publik, bukan pada penerimaan diri sendiri.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial memperkuat kebutuhan akan validasi. Setiap unggahan menjadi ajang penilaian terbuka yang bisa memengaruhi emosi dan kepercayaan diri seseorang.
Budaya membandingkan diri dengan orang lain pun semakin marak. Banyak orang merasa harus selalu tampil sempurna agar diterima, tanpa menyadari bahwa hal itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental.
Penelitian global menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna media sosial merasa bahagia saat unggahan mereka mendapat banyak interaksi, namun sebagian lainnya justru mengalami stres ketika respons publik tidak sesuai harapan.
Validasi sosial sejatinya tidak dapat dihindari, karena merupakan bagian dari kebutuhan emosional manusia. Namun, keseimbangan perlu dijaga agar tidak menimbulkan ketergantungan.
Menghargai dukungan orang lain tanpa menjadikannya patokan utama nilai diri adalah langkah penting menuju kesejahteraan psikologis.
Setiap individu perlu belajar memberikan validasi internal, yaitu mengakui dan menghargai diri sendiri tanpa harus selalu bergantung pada pengakuan eksternal.
Validasi sosial memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, ia dapat menjadi sumber motivasi dan dorongan positif. Di sisi lain, jika berlebihan, dapat menimbulkan tekanan dan kehilangan jati diri. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan menerima apresiasi dari orang lain dengan bijak, namun tetap berpegang pada nilai dan keyakinan diri sendiri.

