GORONTALO [kabarpublik.id] – Jika Prof. Nelson Pomalingo dan Kris Wartabone benar-benar berpasangan menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Gorontalo pada perhelatan Pilgub tahun 2024, maka pasangan calon ini akan tampil berbeda, lebih unggul dan meyakinkan jika disandingkan dengan pasangan calon lainnya.
Lebih unggul, karena Prof. Nelson Pomalingo dan Kris Wartabone merupakan satu-satunya pasangan calon Gubernur yang membawa marwah kesejarahan, perjuangan, patriotisme, perubahan dan cita-cita tentang masa depan Gorontalo yang lebih baik.
Prof. Nelson merupakan pelaku sejarah sebagai Ketua Presidium Nasional (Presnas) pembentukan Provinsi Gorontalo yang mendapat julukan sebagai “sang Deklarator” Provinsi Gorontalo dan Kris Wartabone adalah cucu sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, Pahlawan Nasional Nani Wartabone.
Kedua peristiwa itu, merupakan tonggak bersejarah yang sangat penting dan menentukan arah perjalanan Gorontalo dalam 100 tahun terakhir.
Oleh karena itu sangat tepat, jika pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Nelson-Kris layak mendapat julukan sebagai “SANG PATRIOT” yang mengusung spirit merah putih. Merah berarti gagah berani yang identik dengan perjuangan, patriotisme, nasionalisme dan putih sebagai perlambang kesucian akan idealisme dan cita-cita kemajuan.
Dengan begitu “Sang Patriot”, tidak hanya sekadar nama, tapi juga merupakan ekspresi ungkapan tulus yang patut disandang oleh keduanya, sebagai kombinasi pasangan Sang Deklarator dan cucu Proklamator yang membawa spirit dan frasa kepemimpinan yang relevansif dengan kondisi Gorontalo saat ini yang masih harus berjuang melawan musuh bernama kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.
Prof. Nelson sebagai calon Gubernur, membawa spirit dan frasa kepemimpinan sebagai “Pejuang Provinsi” yang sudah pasti berbeda dengan frasa membangun dari calon lainnya yang selama ini sebagai “penikmat Provinsi”.
Sementara Kris Wartabone membawa spirit dan frasa tentang kegagah-beranian, nasionalisme,kebangsaan dan patriotisme yang tegak lurus dengan semangat untuk melawan situasi politik kekinian yang sangat resisten melahirkan para “petualang” yang terkadang berkedok “pejuang” dengan mengandalkan uang untuk menyuburkan iklim politik pragmatis demi ambisi kekuasaan.
Karena sesungguhnya, antara pejuang dan penikmat itu, biasanya memiliki karakteristik “motif” kepemimpinan yang berbeda.
Dari sini dapat diperoleh gambaran yang mencerahkan, bahwa Sang PATRIOT adalah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang sangat ideal untuk Gorontalo.
Disebut ideal, karena dari keduanya tercermin idealisme tentang keteguhan, semangat perjuangan dan komitmen membangun yang sudah teruji dan terbukti, yang kesemuanya berkorelasi dengan kondisi kekinian Gorontalo yang masih harus bergelut melawan musuh bernama “kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan”.
Berbicara tentang kemiskinan, Prof. Nelson sudah membuktikan semangat dan komitmennya dalam menurunkan angka kemiskinan selama menjabat Bupati Gorontalo selama 8 tahun terakhir.
Dari data Biro Pusat Staristik (BPS), angka kemiskinan di Kab. Gorontalo pada tahun 2016 berada pada angka 22,08 persen turun drastis menjadi 15,15 persen pada tahun 2023, atau turun 7,3 digit atau capaian tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo.
Performance kepemimpinan Prof. Nelson yang demikian gemilang di Kab. Gorontalo tersebut, tidak terlepas dari eksistensi disiplin keilmuan Prof. Nelson yang yang bersentuhan langsung dengan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan mayoritas rakyat Gorontalo.
Prof. Nelson adalah Insinyur Pertanian, pernah menjadi Guru di SMK Pertanian dan saat ini menjabat Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Gorontalo.
Demikian juga untuk melawan musuh bernama “kebodohan” dan ketidakadilan, Prof. Nelson Pomalingo boleh disebut sebagai “jagonya” yang sudah pasti memiliki seperangkat “peluru” pamungkas sebagai solusi untuk mengurai benang kusut persoalan pendidikan di Gorontalo.
Jika disandingkan dengan tokoh lainnya yang akan maju pada Pilgub tahun ini, Prof. Nelson selangkah lebih unggul dari aspek kepeloporan maupun jejak karya dan karsa untuk memberangus musuh berupa kebodohan dan ketidakadilan melalui pendidikan.
Tentang kepeloporan dalam membangun SDM di Gorontalo, Prof. Nelson, tidak lagi berada pada tataran teori dan retorika seperti calon-calon Gubernur lainnya, tapi Prof. Nelson sudah berada pada tataran sudah mengaplikasikan sebagai “praktisi”, bahkan layak menjadi sumber inspirasi dan keteladanan, tentang bagaimana membangun SDM Gorontalo yang tidak harus bergantung pada APBN dan APBD, tapi secara swadaya dan swakarsa melalui prinsip membangun SDM secara kolaboratif.
Pada dekade akhir tahun 1980-an misalnya, Prof. Nelson pernah merintis berdirinya Sekolah Menengah Teknologi Pertanian, Peternakan dan Perikanan (SMTPP) yang hingga saat ini masih eksis yang dikenal sebagai SMK Gotong-Royong.
Tekad dan komitmennya membangun SDM Gorontalo telah ia torehkan saat menjabat Rektor UNG dan Rektor UMGO. Hal itu menunjukkan bahwa Prof. Nelson tinggal membutuhkan ruang dan kesempatan untuk melanjutkan komitmennya itu secara elegan.
Tidak berhenti sampai di situ saja, berbicara tentang komitmen membangun pendidikan dan SDM di Gorontalo, Prof. Nelson juga sudah menggoreskan sejarah dengan memprakarsai berdirinya Yayasan “Taman Cendekia” sejak tahun 2012 silam.
Yakni sebuah yayasan yang terilhami oleh 2 sosok nama besar tokoh Indonesia, Ki Hajar Dewantara dengan Perguruan “Taman Siswa”nya yang melegenda itu dan sosok Prof. BJ. Habibie dengan Perguruan “Insan Cendekia”nya yang terkenal dengan keunggulan Iptek dan Imtak.
Yayasan Taman Cendekia yang didirikan Prof. Nelson tersebut, hingga saat ini tengah mengembangkan pendidikan PAUD, Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan SMA Olahraga di Kab. Gorontalo.
Untuk itulah, kehadiran pasangan calon “SANG PATRIOT”, Nelson Pomalingo dan Kris Wartabone pada Pilgub kali ini, membawa kabar gembira dan menjadi sumber optimisme bagi Gorontalo yang hingga saat ini masih menghadapi persoalan krusial di bidang pendidikan dan pembangunan SDM.
Sekadar gambaran, dari data yang dirilis Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 misalnya, Provinsi Gorontalo masih masuk dalam 3 besar sebagai daerah dengan akses pendidikan setingkat SMA terendah di Indonesia.
Akses pendidikan setingkat SMA di Provinsi Gorontalo hingga tahun 2023 hanya berkisar 46,19 persen atau masuk rangking ke-3 setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berada di angka 43, 46 persen dan Provinsi Induk Papua sebesar 39,5 persen.
Bahkan untuk akses pendidikan setingkat SMA, Gorontalo kalah pamor dengan Provinsi Papua Barat yang sudah bertengger pada angka 59,99 persen.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi, Provinsi Gorontalo termasuk rangking satu sebagai daerah dengan akses pendidikan setingkat SMA terendah.
Artinya, Provinsi Gorontalo masih kalah dengan Sulawesi Tengah yang sudah berada pada posisi 55,69 persen dan Sulawesi Barat 54,79 persen.
Fakta dan realitas tersebut, baru sekadar gambaran kecil tentang kondisi Gorontalo saat ini yang masih menghadapi “musuh” bernama kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.
Untuk memberangus musuh bernama kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan, tidak sekadar membutuhkan pendekatan politik dan konsep kepemimpinan yang “biasa-biasa saja” melainkan membutuhkan figur kepemimpinan dengan 2 dimensi yang melingkupinya.
Yakni, pertama dimensi kompetensi keilmuan dan kepakaran yang sudah terbukti secara konkrit. Dalam aspek ini, meski Prof. Nelson dalam manifestasi perjuangannya selama ini, mungkin di mata orang lain ada yang salah, tapi hal itu jauh lebih baik dari pada orang “tidak pernah salah” karena tidak pernah berbuat.
Kedua, dimensi daya juang, semangat patriotisme, mau bergerak dan pantang menyerah. Paling tidak dimensi ini tercermin dari seorang Kris Wartabone yang mewarisi semangat perjuangan mengusir “musuh” yang dalam konteks kekinian berwujud dalam bentuk kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan.
Sang PATRIOT dengan demikian, jauh lebih unggul, kompetitif dan lebih menjanjikan untuk Gorontalo yang lebih baik.
Kehadiran SANG PATRIOT pada Pilgub kali ini sangat bisa diadu dari segi gagasan, karya dan karsa termasuk wacana tentang masa depan Gorontalo, melalui diskusi-diskusi yang konstruktif.
Pada sisi yang lain, kehadiran sang PATRIOT membawa angin segara sebagai penyeimbang terhadap kemunculan calon yang hanya sekadar ingin meraih kekuasaan dengan modal “uang” semata tanpa ide dan i’tikad yang baik untuk Gorontalo.
Sang PATRIOT diyakini akan melahirkan paradigma politik Gorontalo yang selama ini identik dengan “transaksional” yang cenderung “pragmatis” akan berubah ke arah yang lebih beradab dan mencerahkan, di mana masyarakat pemilih tidak hanya cenderung berbicara tentang politik praktis, tapi juga akan membahas bahkan menggali sumber-sumber nilai kesejarahan, patriotisme dan masa depan Gorontalo yang konstruktif.
Arah politik yang beradab dan mencerahkan tersebut sangat penting, karena Gorontalo sebagai sebuah Provinsi saat ini, sudah menginjak usia 24 tahun yang boleh diibaratkan sudah selesai masa “bermain-main” tapi sudah harus dituntut tampil lebih dewasa, karena diperhadapkan pada tantangan yang semakin berat.
Apalagi Gorontalo sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus sudah mempersiapkan diri menyongsong era bonus demografi dan Indonesia Emas. (Ali Mobiliu)
Komentar