UNIVERSITAS INDONESIA GELAR WEBINAR KOLABORASI MERDEKA BELAJAR – KAMPUS MERDEKA (MBKM)

DAERAH, DEPOK, JABAR1651 Dilihat

Laporan : Ati Modjo / Editor : YR

Depok, [kabarpublik.id] – 4 Oktober 2021. Universitas Indonesia (UI) melalui Disaster Risk Reduction Center (DRRC) dan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta, Universitas Pertahanan, dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Academy menggelar webinar kolaborasi Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) bertajuk “Experience-Based Knowledge dalam Mitigasi Bencana di Indonesia” yang berlangsung secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui youtube UI Teve, Sabtu (2/10).

Acara webinar ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Dosen Fakultas Ilmu Administrasi UI, Dr. Rachma Fitriati, M.Si., (HAN), Kepala BNPB 2019-2021 dan Dosen Luar Biasa Manajemen Bencana SIL UI, Letjen TNI (Purn.) Dr. (H.C) Doni Mornado, Sp.JP(K), Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Dr. Tb. H. Ace Hasain Syadzily, M.Si., dan Deputi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2019 dan Centre for Innovation Policy and Governance Indonesia, Yanuar Nugroro, Ph.D.

Kegiatan ini dimulai dengan penyampaian keynote speech dari Prof. Amarulla Octavian selaku Rektor Unhan. Ia menyampaikan bahwa webinar ini adalah salah satu bentuk kegiatan yang dapat diikuti oleh mahasiswa dalam kegiatan MBKM yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ia berharap mahasiswa yang mengikuti kegiatan webinar ini dapat memahami pentingnya pembelajaran tentang experience-based dalam melaksanakan mitigasi bencana di Indonesia. Menurutnya, penggunaan experience-based (pengalaman) bermanfaat untuk mempercepat pengambilan keputusan dalam mencegah terjadinya bencana pada suatu wilayah. Hal ini dikarenakan experience-based mengarahkan manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan data-data/kebiasaan dari hal yang dialaminya sehingga dapat mencegah terjadinya potensi bencana di masa depan. 

Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Fatma Lestari selaku Ketua DRRC UI dalam kata sambutannya. Ia menyatakan apresiasi terhadap penyelenggaran program MBKM yang sangat bermanfaat dalam memberikan ruang aplikatif dari hal-hal teoritis yang dipelajari oleh mahasiswa di dalam kelas. “Dengan keberadaan program MBKM, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung dari aktor lapangan dalam bidang mitigasi bencana tentang penerapan teori experience-based. Semoga setelah mengikuti webinar ini, mahasiswa mendapatkan pengetahuan baru seputar mitigasi bencana dan teori experience-based,” ujar Fatma.

Dalam pemaparannya, Doni Monardo menyampaikan mengenai tata kelola mitigasi bencana alam dan non alam di Indonesia. Bencana alam terdiri dari tsunami, kebakaran hutan dan lahan, serta banjir. Sedangkan, bencana non alam terdiri dari limbah, land subsidence, epidemik, dan gagal teknologi. “Bencana alam seperti tsunami terjadi karena perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Jika terjadi gempa terus menerus di daerah rawan tsunami lebih dari 20 detik maka masyarakat diharapkan segera melakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi,” ujar Doni.

Setiap tahun bencana alam seperti bencana kebakaran hutan dan lahan sering terjadi, dimana 99% diakibatkan oleh perilaku manusia dan 80% lahan yang terbakar menjadi kebun. Dalam bencana tersebut, terdapat langkah-langkah penanggulangan karhutla seperti memprioritaskan upaya pencegahan, infrastruktur monitoring dan pengawasan sampai tingkat bawah, cari solusi permanen agar tidak ada yang membuka lahan dengan cara membakar, melakukan penataan ekosistem gambut, jangan biarkan api membesar, serta melakukan langkah penegakan hukum tanpa kompromi. 

Selain itu, bencana banjir juga banyak memakan korban yang cukup besar karena ahli fungsi lahan di bagian hulu. Tiga aktifitas yang merusak kawasan hulu yaitu illegal mining (penambakan ilegal), illegal logging (penebangan liar), dan ahli fungsi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman. Beberapa arahan dari Presiden Joko Widodo yaitu dengan melakukan reforestasi penghijauan, percepatan penyelesaian Bendungan Sukamahi dan Ciawi, serta percepatan penyelesaian sodetan Ciliwung Kanal Banjir Timur. 

Selanjutnya narasumber kedua, Dr. Tb. H. Ace Hasain Syadzily, M.Si. memaparkan tentang persoalan penanggulangan bencana di Indonesia. Mulai dari pendekatan penanganan bencana yang masih reponsif, bukan mitigasi, belum optimalnya dukungan anggaran bencana, lambatnya mekanisme proses dana penanggulanan bencana, lambatnya upaya mitigasi dan tanggap darurat, serta lemahnya koordinasi antar instansi terkait. 

“Dalam hal ini, terdapat tantangan penyelanggaran penanggulanan bencana seperti resiko bencana yang semakin meningkat, potensi kerawanan bencana yang beragam pada masing-masing daerah, serta budaya sadar bencana (fatal reaktif menjadi terencana proaktif, tanggap darurat menjadi pengurangan resiko, dan sentralistik menjadi otonomi daerah dan partisipatif),” ujar Ace.

Salah seorang pembicara, Rachma Fitriati menjelaskan mengenai experience-based knowledge mitigasi bencana di Indonesia. Menurutnya, di dalam organisasi pengetahuan berbasis pengalaman sangat penting. Pengetahuan berbasis pengalaman terikat pada konteks tertentu dan membutuhkan waktu lama untuk berkembang. Proses pembelajaran ini mencakup banyak persepsi, tindakan, dan umpan balik.

“Pengetahuan berbasis pengalaman memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan mencoba membandingkan masalah saat ini dengan situasi sebelumnya untuk menemukan solusi yang tepat. Maka dari itu, pengetahuan dari keputusan masa lalu dapat secara signifikan menfasilitasi dan mempercepat keputusan yang ada di masa depan,” kata Rachma men jelaskan.

Sementara itu pembicara terakhir, Yanuar Nugroro menyampaikan materi mengenai pendekatan agile organization dalam tata kelola mitigasi bencana. Agile Organization merupakan organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon dan beradaptasi dengan cepat terhadap keadaan yang berubah. Agile organization diperlukan dalam tantangan kebijakan dan implementasi dikarenakan absen koordinasi memiliki pendekatan silo atau terkotak-kotak, kurangnya disiplin dalam implementasi perencanaan, dan adanya tawar-menawar polits karena tidak adanya data dan riset. 

“Pada tantangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mempebaiki koordinasi dan memecah pengkotak-kotakan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas pembuatan kebijakan, memastikan pelaksanaan sesuai rencana untuk memperbaiki proses pembuatan kebijakan pemerintah, serta mendorong penggunaan data dan riset untuk layanan publik yang lebih baik,” ujar Yanuar.#KP

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar