JAKARTA (kabarpublik) – Masih banyak masyarakat yang bingung mengenai penulisan yang benar antara “sertifikat” dan “sertipikat.” Sekilas kedua kata ini tampak serupa, namun ternyata memiliki konteks dan penggunaan yang berbeda, terutama dalam ranah hukum dan administrasi pertanahan di Indonesia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bentuk ejaan yang baku dan umum digunakan adalah “sertifikat.” Kata ini berasal dari bahasa Inggris certificate, yang berarti surat resmi atau dokumen tertulis sebagai bukti pengakuan, kelulusan, penghargaan, atau keaslian sesuatu.
Namun, dalam konteks dokumen pertanahan, istilah yang benar dan resmi digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah “sertipikat.”
Perbedaan Fungsi antara “Sertifikat” dan “Sertipikat”
Penggunaan dua istilah ini sebenarnya dibedakan berdasarkan fungsi dokumennya:
1. Sertifikat (ejaan baku umum)
Digunakan untuk berbagai dokumen non-pertanahan, seperti:
- Sertifikat kelulusan atau ijazah
- Sertifikat penghargaan
- Sertifikat pelatihan atau kompetensi
- Sertifikat vaksinasi, dan sejenisnya.
Dalam konteks umum, ejaan “sertifikat” sesuai dengan pedoman KBBI dan tata bahasa Indonesia modern.
2. Sertipikat (istilah hukum pertanahan)
Digunakan khusus oleh BPN dan instansi terkait pertanahan untuk menyebut dokumen resmi yang menunjukkan hak atas tanah, seperti:
- Sertipikat Hak Milik (SHM)
- Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Sertipikat Hak Pakai, dan lainnya.
Ejaan “sertipikat” dipertahankan karena sudah tercantum secara resmi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan BPN, sehingga penggunaannya memiliki dasar hukum yang kuat.
Mengapa BPN Tetap Menggunakan Ejaan “Sertipikat”?
Secara linguistik, ejaan “sertipikat” sebenarnya adalah bentuk adaptasi fonetik dari pengucapan masyarakat Indonesia yang cenderung mengganti huruf “f” menjadi “p.” Meski berbeda dari ejaan baku, BPN mempertahankan istilah ini karena konsistensi administratif dan kesesuaian dengan dokumen hukum yang telah digunakan sejak lama.
Dengan demikian, meski “sertifikat” dianggap benar menurut KBBI, kata “sertipikat” tetap sah digunakan secara resmi dalam urusan pertanahan, dan tidak bisa diganti begitu saja agar tidak menimbulkan kekeliruan hukum.
Pentingnya Memahami Perbedaan Ini
Bagi masyarakat, memahami perbedaan antara kedua istilah ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pengurusan dokumen resmi, terutama yang berkaitan dengan tanah dan bangunan.
Misalnya, jika Anda mengurus tanah ke BPN, pastikan istilah yang digunakan adalah “sertipikat tanah,” bukan “sertifikat tanah.” Sementara untuk dokumen pelatihan, penghargaan, atau administrasi umum lainnya, gunakan ejaan “sertifikat.”
Secara sederhana, “sertifikat” adalah ejaan baku umum menurut KBBI, sedangkan “sertipikat” adalah istilah resmi dalam hukum pertanahan Indonesia.
Keduanya benar, namun digunakan dalam konteks berbeda.
Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat diharapkan lebih cermat dalam penggunaan istilah agar tidak salah kaprah, terutama dalam urusan administratif dan legal yang berkaitan dengan hak milik atas tanah.

