JAKARTA (kabarpublik) – Ketua MPR RI periode 2019–2024, Bambang Soesatyo, memastikan penyebutan nama Presiden ke-2 RI Soeharto dalam Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 resmi dicabut. Keputusan itu bersifat final dan disepakati seluruh unsur MPR dalam Sidang Akhir Masa Jabatan MPR pada 25 September 2024.
“Seluruh fraksi dan kelompok DPD sudah menyetujui. Pencabutan itu menegaskan bahwa pasal 4 TAP MPR tersebut telah dilaksanakan dan tidak lagi relevan secara hukum maupun politik,” ujar Bamsoet di Jakarta, Jumat (24/10/25).
Sebelumnya, langkah pencabutan nama Soeharto itu dibahas dalam rapat gabungan pimpinan MPR bersama perwakilan fraksi pada 23 September 2024. Keputusan final kemudian disahkan dalam sidang paripurna dua hari berselang, yang dihadiri lebih dari dua pertiga anggota MPR.
Menurut Bamsoet, pencabutan tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang peninjauan seluruh TAP MPRS dan MPR dari tahun 1960 hingga 2002. Dalam aturan itu disebutkan, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tetap berlaku sampai seluruh ketentuannya selesai dilaksanakan.
“Dengan telah dijalankannya seluruh isi pasal 4, maka penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dinyatakan selesai,” tegasnya.
Bamsoet menambahkan, proses hukum terhadap Soeharto juga sudah berakhir sejak Kejaksaan Agung menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP3) pada 2006, sesuai Pasal 140 Ayat 1 KUHAP. Mahkamah Agung kemudian memperkuat keputusan itu lewat Putusan Nomor 140 PK/Pdt/2015. Selain itu, wafatnya Soeharto pada 27 Januari 2008 menutup seluruh aspek yuridis yang terkait.
“Sebagai bangsa besar, kita harus menatap ke depan tanpa mewariskan dendam sejarah,” kata politisi Golkar tersebut.
Bamsoet juga menilai Soeharto layak dihormati atas jasa dan pengabdiannya. Selama 32 tahun memimpin, Soeharto berhasil menstabilkan ekonomi nasional yang sempat terpuruk di era 1960-an.
“Pada 1966, inflasi mencapai 635 persen. Setahun setelah Soeharto menjabat, pertumbuhan ekonomi naik menjadi 12 persen dan inflasi turun ke 9,9 persen,” jelas Bamsoet.
Ia juga menyoroti capaian penting lain seperti swasembada pangan tahun 1984 dan peluncuran satelit pertama Indonesia pada 1976.
Dengan capaian itu, Bamsoet menilai sudah tidak ada hambatan hukum maupun politik bagi pemerintah untuk mempertimbangkan pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi almarhum Soeharto.
“Tidak ada lagi alasan hukum atau politik yang menghalangi. Semua tinggal pada kebijakan negara dan penilaian sejarah,” tutup Bamsoet.

