JAKARTA (kabarpublik) – Memasuki satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, pemerintah berhasil menyelamatkan Rp1,7 triliun dana negara dari tindak pidana korupsi. Terbaru, pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mencapai Rp13,255 triliun. Capaian ini dinilai sebagai bukti komitmen pemerintah dalam menjaga aset negara dan memberantas korupsi di sektor strategis.
Namun, Ketua Umum PP KAMMI Ahmad Jundi KH menilai keberhasilan itu belum cukup. Ia menyebut arah kebijakan pemerintahan Prabowo–Gibran masih jauh dari persoalan utama rakyat.
“Selama satu tahun ini, pemerintah lebih fokus membangun citra politik ketimbang memperbaiki kualitas hidup masyarakat, terutama di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial,” ujar Jundi.
PP KAMMI menyoroti sejumlah isu penting, seperti kemunduran demokrasi, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), penyimpangan anggaran pendidikan, serta kinerja sejumlah kementerian di Kabinet Merah Putih.
Dalam diskusi publik bertajuk “Catatan Kritis 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” pada Jumat (17/10/25), hadir pakar hukum tata negara Feri Amsari dan peneliti CELIOS Galau D Muhammad sebagai narasumber.
Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Arsandi, menekankan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Ia menilai maraknya intimidasi terhadap jurnalis, kriminalisasi aktivis, dan tindakan represif aparat menjadi sinyal kemunduran demokrasi.
Berdasarkan data LBH–YLBHI, selama aksi unjuk rasa pada 25–31 Agustus 2025, tercatat 3.337 orang ditangkap, 1.042 luka-luka, dan 10 orang meninggal dunia. “Angka ini menunjukkan adanya upaya membungkam suara rakyat dan mempersempit ruang kebebasan sipil,” tegas Arsandi.
PP KAMMI juga mendesak evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul meningkatnya kasus keracunan massal di berbagai daerah. Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sejak September hingga 19 Oktober 2025, ada 13.168 anak mengalami keracunan akibat konsumsi makanan MBG.
“Sejak awal, pemerintah tidak siap dari sisi perencanaan, anggaran, hingga aturan teknis. Banyak pelaksana di lapangan baru mengurus sertifikat laik higiene dan sanitasi (SLHS) saat program berjalan,” jelas Arsandi.
Ia menekankan agar program MBG difokuskan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta daerah dengan angka stunting tinggi sesuai data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Arsandi juga menyoroti anggaran pendidikan 2026 yang mencapai Rp769,1 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Namun, menurutnya, sekitar 30 persen atau Rp223 triliun dari total anggaran itu digunakan untuk MBG.
“Ini bentuk manipulasi politik anggaran. Pemerintah seolah memenuhi amanat konstitusi 20 persen untuk pendidikan, padahal sebagian besar dana justru dialihkan ke proyek MBG,” ujarnya.
KAMMI menilai seharusnya dana pendidikan difokuskan untuk peningkatan kesejahteraan guru, perbaikan fasilitas sekolah, perluasan beasiswa, serta penguatan riset.
Di akhir pernyataannya, PP KAMMI meminta Presiden Prabowo melakukan evaluasi terhadap menteri dengan kinerja rendah. Berdasarkan survei CELIOS, tiga pejabat dengan kinerja terburuk yakni Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Kepala BGN Dadan Indayana, dan Menteri HAM Natalius Pigai.
“Survei ini bisa menjadi bahan pertimbangan Presiden untuk reshuffle kabinet, terutama bagi kementerian yang tidak menunjukkan kinerja optimal,” pungkas Arsandi.

