Oleh : Hamzah Sidik. SH. MH (Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Fraksi Partai GOLKAR)
MESKIPUN Skema KPBU dengan pengembalian melalui AVAILABILITY PAYMENT atau ketersediaan layanan telah memiliki regulasi yang jelas & telah di praktekan oleh pemerintah pusat & beberapa pemerintah daerah, namun saya adalah salah satu anggota DPRD Fraksi Partai GOLKAR yang Sedari awal pembahasan menyarankan secara terbuka kepada Pimpinan DPRD agar tidak terburu-buru dalam mengambil persetujuan pengembangan RSUD dr. Hasri Ainun Habibie jika belum ada PENDAPAT HUKUM / LEGAL OPINI dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Gorontalo dalam kapasitas lembaga tersebut sebagai Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) yang secara moral ikut bertanggungjawab agar proses-proses pembangunan di provinsi gorontalo berjalan secara maksimal dan tidak terjadi penyimpangan baik secara administrasi maupun Keuangan Negara.
Bagi saya, adalah hal yang sangat wajar & lumrah jika dalam proses menuju persetujuan
DPRD atas pembangunan RSUD. dr. Hasri Ainun ini terdapat pikiran pikiran yang menolak atau tidak setuju. Bisa saja hal tersebut disebabkan oleh faktor minimnya informasi soal rencana pembangunan RSUD dr. Hasri Ainun, minimnya pemahaman “Filosofis” KPBU itu sendiri atau bahkan penolakan tersebut cenderung politis / dislike. Olehnya PENDAPAT HUKUM / LEGAL OPINI dari Kejaksaan Tinggi Provinsi Gorontalo dalam kapasitas lembaga tersebut sebagai Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) sangat di butuhkan sebagai “GARANSI HUKUM” sekaligus sebagai “SAFETY NET” bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan RSUD Hasri Ainun Habibie di Provinsi Gorontalo.
GARANSI HUKUM disini Saya maksudkan bahwa seluruh proses baik mulai dari perencanaan, persiapan proyek, transaksi dan manajemen kontrak benar-benar telah sesuai dengan seluruh ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan menjauhi prasangka-prasangka buruk. SAFETY NET bagi semua pihak yang terlibat baik itu Eksekutif, Legislatif maupun pihak swasta yaitu tidak terdapat celah sedikitpun akan potensi pelanggaran hukum baik secara perdata maupun pidana.
sebagai pihak yang saat ini ikut terlibat dalam diskursus pembangunan RSUD Ainun Habibie di DPRD Provinsi Gorontalo, saya tidak terlalu tertarik untuk berbicara soal aspek “Non Hukum” yang disampaikan oleh beberapa pihak atas rencana pembangunan RSUD Ainun Habibie ini. Argumentasi bahwa “proyek ini harus di tunda karena gorontalo masih masuk provinsi termiskin ke 5” atau “Daerah akan rugi besar kalo proyek ini di biarkan” atau “Ada pihak yang hendak mengambil rente” atau bahkan lebih lucu lagi ada yang Anggota DPRD terpilih yang belum di lantik saja sudah bilang “Fraksi nya sudah sepakat menolak” padahal Fraksinya saja belum ada, itu semua adalah alasan dan asumsi-asumsi non hukum yang menurut saya sangat barbau politis/dislike atau ketidaksukaan atas rencana pemerintah Provinsi Gorontalo.
Menurut hemat saya, pemikiran bahwa pembangunan RSUD Ainun Habibie ini belum terlalu mendesak & akan membebani keuangan daerah adalah pemikiran yang terlalu dipaksakan. Begitu juga dengan pandangan yang menolak pembangunan RSUD Ainun Habibie karena proyek ini spekulatif dan dikhawatirkan mangkrak sebagaimana pembangunan Pentadio Resort, GORR dan pasar modern di Gorontalo Utara sangat jauh dari konteks dan tidak aktual. Argumen-argumen yang disampaikan sangat bertolak belakang dengan apa yang menjadi solusi & pikiran besar pemerintah pusat. tidak tanggung-tanggung, mulai dari BAPPENAS, Kementerian PUPR sampai dengan Kementerian Keuangan justru sedang giat-giatnya mendorong agar pemerintah daerah lebih kreatif dalam mendorong & mengakselarasi pembangunan di daerahnya masing masing dengan memaksimalkan program *Private Public Partnership* bahkan pemerintah pusat mengeluarkan regulasi khusus untuk mengatur program kerjasama dengan pihak swasta tersebut bahkan secara tegas Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani dalam berbagai Kesempatan bersedia membantu melalui DJPPR (Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) dan dengan dua BUMN yaitu SMI (PT Sarana Multi Infrastruktur) dan PII (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia), yang akan mendampingi daerah dari awal perencanaan, penyiapan proyek hingga bagaimana partisipasi dari swasta itu bisa dilakukan dan tata kelolanya, maupun kinerja dari proyek itu bisa tetap dilakukan secara baik. Maka pilihan paling rasional, argumentatif dan memiliki landasan yuridis formal sebagai alternatif pembiayaan infra struktur daerah disaat APBD kita tidak mampu membiayainya adalah dengan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Sesungguhnya pembangunan RSUD. dr Ainun Habibie ini merupakan bagian dari upaya memajukan sektor Kesehatan di Provinsi Gorontalo dan telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Gorontalo 2017-2022, maka tidak keliru jika pemerintah provinsi termasuk DPRD di dalamnya berupaya keras untuk mewujudkannya tidak hanya karena sektor kesehatan adalah janji kampanye pemerintahan Rusli-Idris, namun lebih daripada itu bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan elementer masyarakat di Provinsi Gorontalo, sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Rhenald Kasali, bahwa selalu ada “Opportunity Cost” sebagai bagian dari resiko. Kita harus menanggung biaya pembangunan ini sebagai suatu peluang di masa yang akan datang dan pada saat yang sama mengabaikan (atau tidak memilih) peluang yang Lain. Kita tidak akan bisa membangun ISLAMIC CENTRE jika berfikiran bahwa di Gorontalo sudah banyak masjid termasuk kita tidak akan bisa membangun GORR jika berfikiran bahwa Gorontalo belum macet.
Dalam hidup ini kita mengenal prinsip NO PAIN, NO GAIN. Kita menghadapi tantangan keterbatasan (scarcity), tetapi diberi Pilihan (choice). Mau Gain sesuatu, ya bayarlah Pain – nya. Kita tak bisa meraih sesuatu tanpa mengorbankan atau tanpa mengeluarkan biaya sama sekali, Termasuk biaya kegagalan. Bahkan sebuah keputusan yang diambil dengan hitungan masak sekalipun ada saja pengorbanan yang harus dilakukan. Inilah pelajaran yang terus menerus dipraktekan, dipelajari oleh para pelaku ekonomi dan para pembuat kebijakan.
Maka berdasarkan pemikiran diatas sekaligus menjawab media online yang mempertanyakan sikap anggota DPRD Provinsi Gorontalo, maka sebagai pribadi & Wakil Rakyat yang akan mengakhiri masa tugas di DPRD Provinsi Gorontalo, izinkan Saya menyampaikan dukungan terbuka Saya kepada pemerintah Provinsi Gorontalo, Gubernur & Wakil Gubernur serta Pimpinan DPRD dan Fraksi-Fraksi di DPRD Provinsi Gorontalo yang saat ini sedang melakukan pembahasan bersama Tim Simpul KPBU dan Kejaksaan Tinggi Provinsi Gorontalo untuk mari sama-sama kita mencatatkan warisan (legacy) bahwa kita pernah ada dan ikut terlibat dalam mensukseskan pembangunan di Provinsi Gorontalo khususnya pembangunan RSUD. dr. Hasri Ainun Habibie.
Tabiq !
Komentar