UNDANG-UNDANG KEKARANTINAAN VS DARURAT SIPIL

OPINI347 Dilihat

Oleh : Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum)

PEMERINTAH Pusat (Presiden) perlu berhati-hati menerapkan berlukanya Darurat Sipil yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang mencabut UU No. 74 Tahun 1957 lahir pada masa Presiden Soekarno pada tanggal 16 Desember 1959. Pada Pasal 1-nya menentukan negara dalam keadaan bahaya, seperti pemberontakan, kerusuhan/huru-hara, dan bencana alam.


Menjadi pertanyaan masyarakat adalah, jika diberlakukan Darurat Sipil, Pemberontakan apa yang akan dihadapi, huru-hara apa yang akan diatasi, bencana alam apa yang akan ditanggulangi, karena kondisi saat ini yang penting adalah menekan penyebaran Virus Covid-19. Penerapan Darurat Sipil harus melalui pertimbangan yang matang, analisis yang menyeluruh dari aspek filosofis, sosiologis, yuridis, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.


Paling tepat saat ini Presiden menggunakan Undang-undang (UU) yang yang lahir dan ditandatangani sendiri oleh Joko Widodo pada tanggal 7 Agustus 2018 yang saat ini masih Presiden RI, yaitu UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam memberlakukan UU ini Pemerintah harus membuat/merumuskan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menerapkan Karantina Wilayah, karena UU ini tidak serta merta menutup suatu wilayah tanpa kepastian aturan. Dalam memberlakukan PP ini, Pemerintah diwajibkan memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, termasuk makanan bagi hewan-hewan ternak milik warga (pasal 55).


Dalam Pasal 2 UU Kekarantinaan Kesehatan, bahwa pelaksanaan kekarantinaan kesehatan harus berlandaskan pada 9 (Sembilan) asas, yaitu perikemanusiaan, manfaat, perlindungan, keadilan, non-diskriminatif, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan kedaulatan negara.
Undang-Undang Yang Saling Bertentangan
Darurat Sipil yag diatur oleh PERPPU No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya sangat bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2018, karena dalam Pasal 17 PERPPU menyebutkan, penguasa berhak untuk mengetahui semua percakapan yang dilakukan di telepon, atau saluran radio, membatasi penggunaan alat komunikasi. Sedangkan Pasal 18 ditentukan penguasa sipil berhak atas ijin untuk kegiatan rapat umum, pertemuan, atau arak-arakan, pemakaian gedung, lapangan terbuka, namun ini tidak berlaku untuk acara Keagamaan, dan pada Pasal 19 disebutkan penguasa darurat sipil berhak untuk membatasi orang berada di luar rumah.

Kriteria Kegentingan yang Memaksa harus diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan, agar ada mekanisme kontrol yang baik dan terukur. Jangan sampai berdampak sebagai alat kekuasaan absolut (tirani) yang menjurus kepada penindasan yang berlebihan terhadap hak dan kebebasan masyarakat, yang pada akhirnya berakibat perpecahan dan tindakan brutal masyarakat yang anarkis akibat dari kesewenang-wenangan penguasa. Penerapannya harus melalui pertimbangan yang matang, analisis yang menyeluruh dari aspek filosofis, sosiologis, yuridis, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.


Dasar Dan Kedudukan PERPPU

PERPPU merupakan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan Perintah UU, dan sebagai pengganti UU yang dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa. Hal yang sama juga disebutkan dalam Pasal 22 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, Presiden berhak menetapkan PERPPU, dan terdapat pula pada Pasal 1 angka 4 UU No.12 Tahun 2011, serta Pasal 1 angka 3 Perpres No. 87 Tahun 2014 menyebutkan hal yang sama.

Kriteria Kegentingan yang Memaksa
kewenangan pembentukan PERPPU menurut UUD 1945 ada pada Presiden, ini bersifat subjektif, sehingga perlu diatur penggunaan PERPPU dalam suatu peraturan perundang-undangan agar negara ini tidak menjadi negara penguasa, melainkan negara hukum sebagaimana mestinya.


Kriteria Kegentingan yang Memaksa minimal harus memenuhi unsur yang mendesak untuk mengatasi suatu permasalahan yang mengancam nyawa dan atau harta, bangsa dan negara yang bersifat massif dan jangan memberi kesempatan timbulnya penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan UUD, sehingga akan mengancam sistem hukum yang berlaku di Negara NKRI.
Oleh karena itu disini perlunya peran Dewan Perwakilan Rakya (DPR) untuk; 1). Melakukan pengawasan yang ketat dalam menentukan adanya suatu keadaan darurat; 2). Membentuk kekuasaan untuk mengatasi keadaan darurat itu; 3). Memantau pelaksanaan kewenangan pemerintah (eksekutif) untuk mengatasi keadaan yang tidak normal tersebut; 4). menyelidiki berbagai penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dalam keadaaan darurat tersebut; 5). Meminta kepada Presiden untuk menyatakan mengakhiri keadaan darurat tersebut.
Dalam Pasal 9 UU Kekarantinaan Kesehatan dinyatakan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Terkait karantina wilayah, merupakan salah satu dari empat opsi yang bisa diambil pemerintah bila ingin menerapkan kebijakan karantina dalam menyikapi suatu masalah kesehatan di tengah masyarakat, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, atau pembatasan sosial berskala besar (Pasal 49 ayat 1).
Dalam pelaksanaan karantina wilayah ada sanksi terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhinya, seperti pihak yang menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dan pihak tersebut dapat dipidana penjara maksimal 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp. 100 juta bagi pelanggarnya (Pasal 93).

Demi Keselamatan dan kemakmuran rakyat, Negara seorang Menteri dapat menentukan daerah wabah penyebaran virus Corona, seperti ditentukan oleh Pasal 4 ayat 1 UU No. 4 tahun 1984, yakni Menteri dapat menetapkan daerah terjangkitnya wabah penyakit dalam suatu wilayah Indonesia.
Sebab ada Pro Kontra dalam masyarakat Tindakan Negara (Presiden) memberlakukan Darudart Sipil untuk menanggulangi dan memutus mata rantai wabah penyebaran virus Corona. yang saat ini sudah meluas di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat sudah sangat mendesak, yang tidak dapat ditunda lagi memberlakukan perangkat UU Kekarantinaan Kesehatan, dan bukan dengan Darudat Sipil.


Ketentuan Yang Penting Dalam Kekarantinaan


Untuk melaksanakan Karantina tersebut, Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan masyarakat yang terkena dampak, seperti yang diatur dalam Pasal 8 UU No. 6 Tahun 2018, yakni setiap Orang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama Karantina.
Sedangkan pada Pasal 55 UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang kewajiban pemerintah selama kebijakan karantina wilayah diterapkan, Pemerintah Pusat bertanggung jawab akan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina berlangsung, dan harus melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya.

   KETENTUAN PIDANA 

Bahwa setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan (dalam Pasal 9 UU No. 6 Tahun 2018). Jika tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dan/atau yang menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dapat dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun, denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah), hal ini diatur oleh Pasal 93 UU ini.
Sedangkan pada Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984 mengatur, barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun, dan pada ayat (2)-nya menyebutkan, barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Selanjutnya dalam Pasal 212 KUHPidana menentukan, Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban UU atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama 1.4 (satu tahun empat bulan).
Oleh karena itu, dalam rangka pelindungan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia, yang tersebar di berbagai pulau besar maupun kecil, dibutuhkan. Pemerintah yang punya komitmen melakukan upaya pencegahan terjadinya penyebaran Covid-19 dalam masyarakat.
Sekian,

Hormat penulis

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar