[OPINI] : (TELAAH DAN REFLEKSI 17TH POHUWATO), PERAYAAN ‘SWEET SEVENTEEN’ DI TENGAH PANDEMI COVID-19

GORONTALO, POHUWATO195 Dilihat

Oleh : Ismail Abas (Putera Paguat)

BAGI kebanyakan orang,  perayaan usia 17 tahun merupakan moment yang sangat penting dan dipandang istimewa. Disebut demikian, karena di usia ini, seseorang tengah memasuki masa-masa indah dengan berbagai romantika kehidupan yang penuh warna. Tidak heran jika perayaan usia 17 tahun bagi sebagian kalangan disebut pula sebagai Sweet Seventeen.

Pada fase  ini, seseorang tengah berada pada pintu gerbang peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Ibarat seorang pria muda yang tengah memasuki kehidupan yang penuh energi dan berapi-api, tidak mudah menyerah, gesit dan cekatan.

Itulah sekelumit pengantar tulisan ini, dalam rangka menelaah dan merefleksi secara singkat 17 tahun Kabupaten Pohuwato yang bertepatan dengan tanggal 6 Mei 2020. Kabupaten Pohuwato yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tanggal 25 Februari 2003,  resmi menyandang daerah otonom baru, terpisah dari daerah induknya Kabupaten Boalemo setelah dilantiknya Penjabat Bupati Yahya K. Nasib pada 6 Mei 2003 silam. Tanggal pelantikan Penjabat Bupati itulah, ditetapkannya sebagai Hari Ulang Tahun Kabupaten Pohuwato.

Penetapan Hari Ulang Tahun Kabupaten Pohuwato,  memang berbeda dengan tradisi yang berlaku secara umum.  Yakni penetapan Hari Ulang Tahun, biasanya mengacu pada tanggal ditetapkannya Undang-Undang terbentuknya sebuah daerah. Jika merujuk pada Undang-Undang pembentukan Kabupaten Pohuwato, maka semestinya HUT Kabupaten Pohuwato jatuh pada tanggal 25 Februari. Karena di tanggal itulah “akte kelahiran” Kabupaten Pohuwato ditetapkan, sementara pelantikan Penjabat Bupati boleh diibaratkan hanya sebagai hari pelaksanaan “aqikah” bagi  seorang anak.  Bagaimanapun, tanggal yang tercantum dalam “Akte kelahiran” jauh lebih sakral, bersejarah dan bermakna,  dibandingkan dengan tanggal pelaksanaan hari aqikah. Itulah sebabnya Provinsi Gorontalo yang sebelumnya memperingati HUT kelahirannya setiap tanggal 16 Februari sebagai tanggal pelantikan Penjabat Gubernur Tursandi Alwi, akhirnya dilakukan perubahan melalui Perda oleh DPRD Provinsi Gorontalo menjadi tanggal 5 Desember berdasarkan tanggal disahkannya Undang-Undang terbentuknya Provinsi Gorontalo. Demikian juga dengan Kabupaten Bone Bolango yang sebelumnya memperingati hari ulang tahunnya setiap tanggal 6 Mei telah dilakukan perubahan sesuai tanggal disahkannya Undang-Undang pembentukan Kabupaten Bone Bolango yang juga bersamaan dengan penetapan terbentuknya Kabupaten Pohuwato. Ke depan, apakah DPRD dan Pemerintah bersedia melakukan perubahan terhadap peringatan HUT Kabupaten Pohuwato menjadi tanggal 25 Februari? Hanya waktu jualah yang akan menjawabnya.

Namun terlepas dari polemik penetapan HUT Kabupaten Pohuwato tersebut di atas, tulisan ini lebih memfokuskan pada beberapa tinjauan. Pertama, perayaan sweet seventeen yang sejatinya merupakan momentum yang indah dan berkesan, akhirnya menjadi buyar karena wabah pandemik Virus Covid-19 yang seakan telah memporak-porandakan ruang ekspresi masyarakat Pohuwato dalam merefleksi hari yang bersejarah bagi daerahnya. Gara-gara Virus Corona, segenap masyarakat Pohuwato hanya bisa bersenandung rindu dengan suasana yang semarak dan khusu’. Apalagi, peringatan HUT Pohuwato kali ini, juga bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1441 H.

Yang lebih menarik lagi sebenarnya adalah, peringatan 17 tahun. Pohuwato tahun ini, merupakan momentum yang terakhir bagi Bupati Syarif Mbuinga untuk merayakannya bersama masyarakat. Pasalnya, pada 16 Februari 2021 mendatang, Syarif Mbuinga akan menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai orang nomor satu di Kabupaten Pohuwato setelah dua periode menakhodai daerah ini.

Kedua,  Meski masyarakat Kabupaten Pohuwato seakan kehilangan ruang ekspresi yang semarak, namun kita tidak mesti kehilangan esensi peringatan hari jadi Kabupaten Pohuwato. Artinya, ditengah kepanikan dan rasa frustrasi akibat pandemik Virus Corona, kita tetap memiliki ruang berpikir untuk merefleksi perjalanan Kabupaten Pohuwato, kita masih memiliki ruang mengidentifikasi kekurangan dan kelemahan dan selanjutnya merumuskan secercah nilai dan tekad yang dapat dimanifestasikan bagi masa depan Kabupaten Pohuwato. 

Satu hal yang membangunkan optimisme kita adalah,  Kabupaten Pohuwato sejauh ini mampu menunjukkan diri sebagai daerah dengan perkembangan yang cukup dinamis. Eksistensinya sebagai daerah otonom baru, tidak kalah pamornya dengan daerah-daerah lain di Provinsi Gorontalo. Bahkan boleh disebut, Kabupaten Pohuwato menjadi spirit dan rujukan bagi daerah lain dalam aspek pembangunan, pemerintahan, kehidupan sosial kemasyarakatan dan dari aspek kepemimpinan selama ini, karena prestasi dan capaian-capaiannya yang cukup progresif.

Indikator kemajuan suatu negara atau suatu daerah dimanapun di dunia ini, secara umum merujuk pada aturan baku yang berlaku secara global, yakni diukur dari capaian Human Index Development (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Semakin progresif capaian IPM suatu negara atau suatu daerah, maka daerah atau negara itu dapat dikatakan berhasil. Sebaliknya, jika IPM stagnan, statis dan bahkan cenderung menurun, maka proses pembangunan, pemerintahan dan kepemimpinan di suatu negara atau di suatu daerah dapat disimpulkan mengalami kegagalan.

Menurut United Nations Development Progarame (UNDP), Indikator IPM diukur dari meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ketiga aspek itu merupakan potret keberhasilan pemerintahan dalam menggerakkan segala sumber daya yang ada melalui penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis kinerja dan prestasi sekaligus pemerintahan yang bertumpu pada pemerataan dan keadilan.

Jika kita melirik, IPM di Kabupaten Pohuwato pada tahun 2014 hanya pada kisaran 59, 85, mengalami peningkatan menjadi 63,11 persen pada tahun 2018 (baca: Pohuwato Mencatat). Sungguh sebuah peningkatan yang signifikan.

Disisi yang lain, kemajuan dan perkembangan suatu negara dan daerah, tidak terlepas dari faktor kepemimpinan. Selama 17 tahun eksistensi Kabupaten Pohuwato telah menghadirkan putra-putra terbaik yang telah menggoreskan sejarah dan secercah nilai dan keteladanan, antara lain, Yahya K. Nasib, Abubakar Mopangga dan Anis Naki yang pernah memangku sebagai Penjabat Bupati. Juga Bupati definitif periode 2005-2010, H. Zainudin Hasan didampingi Wakil Bupati Yusuf Giasi dan periode 2010-2015 dan 2016-2021 Syarif Mbuinga dan Amin Haras.  Serta Nasir Giasi yang menjadi Ketua DPRD dua periode hingga saat ini.

Hakekat kepemimpinan dari masa ke masa memang patut untuk diungkap dan dirumuskan kembali ke dalam formula-formula yang lebih prospektif, sehingga pemimpin tidak hanya dituntut menghadirkan kebijakan serta program yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat, tapi ada sisi lain yang mengandung spirit esensial yang sangat urgen untuk menjadi teladan, menjadi rujukan bagi pemimpin-pemimpin generasi mendatang.

Dengan demikian,  peringatan 17 tahun Kabupaten Pohuwato kali ini, meski di tengah suasana yang memilukan karena Pandemi Covid-19, tentu tidak akan membuyarkan ruang ekspresi yang multidimensional terhadap Pohuwato dalam perspektif kekinian dan perspektif masa mendatang. Baik dari aspek pembangunan dan kepemimpinan maupun berdasarkan tinjauan terhadap aspek-aspek lainnya.

Bagaimanapun, jalan menuju kejayaan dan bahkan dalam kerangka membangun peradaban, kita tidak pernah bisa melepaskan diri dari belenggu tantangan. Tantangan-tantangan itulah yang harus diidentifikasi guna melahirkan tekad dan kesadaran kolektif seluruh elemen di daerah ini.

Usia 17 tahun bagi Pohuwato saat ini, jika diibaratkan seorang pria yang memasuki usia muda, paling tidak, mulai belajar mendewasakan diri dengan modal semangat dan kekuatan yang berapi-api, hingga mampu memancarkan  energi optimisme yang dibarengi dengan kerja keras.

Dari perspektif lain, 17th dapat dimaknai ke dalam dimensi ruang dan waktu, dimana sinar mentari senantiasa menyinari kalbu setiap jiwa para pemimpin guna menghadirkan “nur” atau cahaya, bukan menghadirkan ruang kegelapan.

Kalaupun ruang kegelapan itu hadir ke dalam relung-relung kehidupan kita,  maka sejatinya “jangan mengutuk kegelapan, tapi mari kita nyalakan sebuah lilin sebagai lentera, sebagaimana pesan mendiang mantan Presiden Amerika Serikat Jhon F. Keneddy.

Karena sesungguhnya, Pohuwato adalah dari kita, oleh kita dan untuk kita. Dirgahayu Bumi Panua, dirgahayu Pohuwato tercinta.##

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar