Laporan : Danang Laksono
Editorial : Mahmud Marhaba
GARONTALO (KP) – Dies Natalis Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ke 55 berlangsung meriah dengan penampilan seni dan tari dari para Dosen UNG juga dihadiri tokoh – tokoh sejarah UNG.
Pada Sabtu malam, (22/09/2018) tepatnya pada agenda ramah tamah yang merupakan rangkaian dari ceremony Dies Natalis Universitas Negeri Gorontalo mendapat perhatian baik dari tokoh pemerintahan Gorontalo, tokoh dibalik sejarah berdirinya UNG, bahkan tokoh – tokoh Gorontalo dan tokoh ilmuan Indonesia.
Menurut Syamsu Qamar Badu yang merupakan Raktor dua Periode di UNG, perjuangan berdirinya UNG sendiri melewati bermacam-macam perjuangan hingga akhirnya menjadi seperti ini, dan hal itu tentu tidak lepas dari perjuangan para tokoh.
Nani Tuloli merupakan salah satu tokoh terdahulu yang pernah memimpin di tiga institut yang sekarang di kenal dengan Universitas Negeri Gorontalo yaitu Dekan FKIP Samratulangi cabang Gorontalo, Ketua STIKIP Gorontalo, Rektor IKIP Gorontalo.
“Tantangan waktu itu sangat banyak sekali, dan yang paling utama itu fasilitas, tahun 1972 itu gedung yang ada hanya 3 buah dan menjadi tempat perkuliahan untuk 11 jurusan, berikutnya tenaga mengajar dan tata usaha yang sangat minim, pada waktu itu dosen-dosennya dibiayai negara sementara kegiatan-kegiatan lainnya di biayai oleh yayasan pendidikan,” ungkap Nani Tuloli menjelaskan sejarah UNG dimasanya.
Selain tokoh sejarah UNG juga hadir tokoh ilmuan Indonesia Ary Mochtar Pedju yang merupakan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia bagian Komisi Ilmu Rekayasa.
Saat ditemui Ary Mochtar Pedju mengungkapkan tantangan terbesar Ilmu Pengetahuan di Indonesia dimulai sejak awal abad 21 (tahun 2000an).
“Dimana 20 tahun sebelum memasuki abad 21 para ilmuan dunia saling berdebat dan akhirnya di 3 Benua yaitu Eropa, Amerika dan Asia setuju bahwa harus ada penataan baru untuk seluruh sistem ilmu pengetahuan, susahnya dalam 20 tahun itu yaitu dari tahun 1980 hingga 2000an Indonesia tidak terlalu mengikuti karena Indonesia sedang di puji-puji Bank Dunia oleh IMF disebut – sebut sebagai keajaiban dari Asia, dan Indonesia terlena oleh itu,” ungkap Ary Mochtar Pedju terkait tantangan ilmu pengetahuan Indonesia.
Selain menjadi tantangan Indonesia ini juga menjadi tantangan bagi seluruh Institut untuk turut dalam membenahi ketertinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan yang ada.#(KP)
Komentar