MESKI PELANTIKAN REKTOR UNG SUDAH DITETAPKAN MENTERI, AKSI TOLAK HASIL PILREK TERUS BERGULIR HINGGA KE PTUN

GORONTALO346 Dilihat

Laporan : Tim Kabar Publik, Editor : Mahmud Marhaba

GORONTALO [KP] – Sejumlah Anggota Senat dan  Guru Besar UNG (Universitas Negeri Gorontalo) siang tadi, Selasa (24/09/2019) menggelar jumpa pers mengungkap beberapa pelanggaran pada pelaksanaan Pilrek (Pemilihan Rektor). Satu diantara pelanggaran itu adalah proses penyetaraan ijazah Doktor Rektor terpilih Eduart Wolok.

Anggota Senat Johan Yasin mengatakan ijazah S3 Eduart bermasalah di BAKN. Kata Johan, sejak awal BAKN (Badan Kepegawaian Nasional) sudah tahu kalau sistem perkuliahan yang diikuti Eduart adalah kegiatan kuliah terstruktur yang berlangsung hanya setiap Sabtu antara jam 08.00 hingga 17.00 dan tahu kalau ijazah S3 yang dihasilkan oleh sistem perkuliahan semacam itu tidak bisa dipakai untuk penyetaraan bagi PNS. Apalagi civitas akademika sudah mengingatkan BAKN. Tapi aneh mereka tetap proses.

“Ketika kami protes, hari itu juga, di website BAKN, gelar Dr di depan nama Eduart dihapus. Tapi dua hari kemudian gelar Dr dicantumkan kembali. Bukti-buktinya ada. Juga ada bukti pengakuan pejabat BAKN yang menyebutkan mereka hanya menjalankan perintah Direktur Pengadaan dan Kepangkatan, Ibtri Rezeki,” papar Johan.   

“Perkuliahan Sabtu dan Minggu itu dilarang berdasarkan surat Nomor 59, dan ingat, ijazahnya dinyatakan tidak sah dan tidak bisa digunakan dalam penyetaraan karir dan kepangkatan. Sementara salah satu persyaratan calon Rektor adalah Doktor dan pada poin 5 adalah Doktor yang sudah tercantum dalam status kepegawaian pada  instansi BAKN,” ungkap Johan saat itu.

Dekan Fakultas Hukum UNG, DR. Dian Ekawati Ismail  mengatakan sebagai warga negara Indonesia kita punya hak konstitusi apalagi dalam masalah proses Pilrek ini.

“Tidak ada wadah yang disediakan dalam proses itu, sehingga terjadi persoalan dan saling menggugat. Ada ketidakadilan dalam pelaksanaan Pilrek dalam undang-undang 30 tahun 2014 tentang administrasi dimana salah satu poin adalah ketidakberpihakan, asas inilah yang dilanggar oleh pihak Kementerian,” ungkap Dian Ismail.

Usai pilrek dari penyaringan 5 calon menjadi 3 calon terdapat fakta yang disebutkan bahwa meski calon tersebut hanya memperoleh suara kecil dari Sena di umg namun dirinya berkeyakinan mendapat dukungan suara dari 32% milik Kementerian ini mengindikasikan sudah ada klaim jika suara Kementerian akan diberikan secara gelondongan kepada salah satu calon. Ini terbukti adanya optimisme yang disampaikan oleh salah satu calon dengan memperoleh suara 35 persen merupakan sebuah bentuk yang patut dicurigai.

“Menurut undang-undang nomor 30 tahun 2014 pasal 10 itu, kami melihatnya bahwa tidak ada asas keadilan meski hak prerogatif Kementerian untuk menyalurkan 35 persen itu adalah kewenangan daripada Menteri, tapi asas keadilan yang penting dilakukan oleh Kementerian,” ungkap Dian.

Sedangkan Prof. Dr. Sarson Pomalato, Direktur Pasca Sarjana UNG, mengatakan Pilrek kali ini sudah dimasuki kekuatan politik partisan sehingga beberapa Peraturan Menteri yang mesti ditaati justru dilanggar sendiri oleh Menteri. 

Padahal terlah beredar undangan terkait penyampaian pelantikan Rektor UNG, Eduart Wolok, sesuai srat nomor : B/641/M/T.01.00/2019 tanggal 24 September 2019, namun itu tidak pernah menyurutkan gelombang penolakan terhadap proses Pilrek UNG 17 September kemarin.

Itu sebabnya Sarson meminta Menteri meninjau lagi proses Pilrek sebelum mengambil keputusan melantik Eduart kendati temannya. “Bila salah mengambil keputusan pasti mengganggu kinerjanya nanti,” kata Sarson mengingatkan.

Berbeda dengan calon Rektor yang satu-satunya wanita pada Pilrek UNG ini, Prof. Ani Hasan. Menurut pengakuannya, dirinya belum dimintai rekam jejak sebagai calon Rektor saat itu hingga pada tanggal 17 September kemarin. Dirinya pun sempat bertanya-tanya kepada anggota Senat yang lain terkait dengan rekam jejak para anggota calon Rektor, namun saat jelang Pilrek putaran terakhir itu tidak dilakukan.

“Dalam Permen itu wajib dilaksanakan rekam jejak para calon, calon Rektor harus bersih dan menjadi panutan, apalagi Universitas Negeri Gorontalo merupakan Universitas terbesar di daerah ini,” ungkap Prof. Ani Hasan.

Dikatakan pula, syarat jadi calon Rektor adalah harus bergelar doktor. Tapi sayangnya ini bermasalah ketika pihak Kementerian meminta untuk menetapkan gelar Doktor yang dianggap bermasalah kepada BAKN.

“Untuk kuliah di IPB statusnya harus tugas belajar, ini sesuai Permen Nomor 48 tahun 2009, dimana ditegaskan tidak boleh izin belajar jika tempat studinya jauh dari tempat kerjanya,” ungkap Prof Anis sambil mengatakan jika ini berimplikasi terhadap tunjangan kehormatan, tunjangan fungsional, remunerasi harus dihentikan. Ini sebuah pelanggaran sehingga statusnya yang dikantongi Eduart hanya sebagai izin belajar sehingga tunjangannya pun berjalan terus. Ini dibuktikan dari keterangan Ombudsman dan telah melalui klarifikasi di IPB bahwa status belajarnya tidak mengganggu tugasnya karena dirinya kuliah Sabtu,” ungkap Ani Hasan yang juga sebagai Ketua PGRI provinsi Gorontalo.

Fakta lain yang dimiliki media ini, tergambarkan jika saat rapat Senat pertama, persoalan studi dan gelar Doktor Edward diangkat dan menjadi masalah dalam rapat tersebut, sehingga rapat Senat mengutus kepada Ketua Panitia Pilrek dan salah seorang anggota Senat untuk melakukan klarifikasi gelar Doktor ini ke Kementerian dan juga ke BAKN.

Masih dari penjelasan terkait gelar Doktor, terungkap jika Syahbudin pegawai di BAKN sejak awal menolak ketika ada desposisi yang masuk kepadanya, karena dirinya mengetahui persis ada regulasi dari Kementerian berdasarkan surat 595 di mana status studi yang dilakukan oleh Edward tidak dapat dilakukan, namun, anehnya beberapa beberapa hari kemudian datang nota ke Syahbudin untuk memerintahkan agar mencantumkan kembali gelar Doktor itu dalam situs BAKN.

Tak diketahui apa yang melatarbelakangi hingga gelar Doktor Eduart muncul tanpa alasan di situs BAKN. Fitri, yang merupakan operator pencantuman gelar Doktor tersebut hanya mampu meminta maaf jika dirinya hanyalah staff yang siap menjalankan perintah atasannya.

“Saya hanya staff dan harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh atasan,” ungkap Fitri.

Rektor terpilih, Eduart Wolok yang dikonfirmasi terkait keberadaan ijasahnya yang dipersoalkan mengatakan jika proses memperoleah gelar Doktor dilakukannya secara normatif.

“Buktinya saya bisa daftar sebagai calon Rektor dan diterima oleh Senat UNG saat itu,” ungkap duart wolok.

Tekat untuk terus mempersoalkan kejanggalan dalam Pilrek termasuk proses studi Eduart Wolok akan terus dilakukan melalui jalur hukum.#[KP]

Apa Reaksi Anda?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Komentar