LAPORAN : ARSAD TUNA
GORUT (KP) – Pengelolaan Keuangan Desa sebagai rangkaian kegiatan, diawali dengan kegiatan Perencanaan, yaitu penyusunan APB Desa. Dengan demikian, penting untuk memahami secara tepat berbagai aspek APB Desa: fungsi, ketentuan, struktur, sampai mekanisme penyusunannya.
Di Kecamatan Biau, Kab. Gorontalo Utara, berdasarkan informasi yang di dapatkan dari Rasdi Hulopi, Pendamping Desa di wilayah kecamatan Biau, bahwa dari 10 Desa di wilayah ini sudah ada 8 Desa yang menyelesaikan pembahasan dan penetapan APBDes, Desa Omuto dan Desa Topi belum melaksanakan kegiatan ini berhubung masih ada kendala dalam hal pembahasan dan penetapannya.
Ya, tersisa 2 Desa yang belum mengadakan penetapan APBDes, kata PD yang baru mengemban tugasnya di Kec. Biau itu.
Sementara itu, pada hari Jumat, 15 April 2017, bertempat di Kantor Desa Topi diadakan pembahasan dan penetapan APBDes tahun 2017. Pembahasan yang cukup alot itu akhirnya berujung ricuh.
Camat Biau, Ilyas Lagarusu kepada awak media ini mengatakan bahwa benar penetapan APBDes Desa Topi berujung ricuh.
“Saya lari keluar ruangan pak, karena tiba-tiba salah seorang peserta rapat membuang bangkai kambing kedalam ruangan rapat, tidak puas dengan perlakuannya itu yang bersangkutan lalu mengambil lilang (parang) dan menantang semua peserta rapat. Melihat keadaan ini saya menyuruh semua peserta rapat untuk keluar dan menghindar,” kata camat Biau yang biasa di sapa guru ilu itu.
Ditanya apakah pemicu dari kejadian ini serta upaya penyelesaiannya, Camat Biau menjelaskan bahwa hal ini masih ada hubungannya dengan masalah pribadi Kepala Desa Topi yang sampai hari ini belum ada penyelesaiannya.
“Semua upaya telah saya lakukan pak, kurang menunggu bagaimana kebijakan atasan saya yaitu Bapak Bupati. Musyawarah BPD, pertemuan warga dengan Bupati dan Wakil Bupati, terakhir hearing Komisi I DPRD Gorut, semuanya sudah dilaksanakan dan saya fasilitasi, kami sekarang menunggu keputusan dan kebijakan bapak Bupati,” kata Camat Biau Ilyas Lagarusu.
Seperti di ketahui bahwa masalah yang melibatkan Kades Topi adalah masalah “Moral” yang memang agak terlalu sulit untuk diselesaikan. Bila melihat regulasi yang mengatur tentang Desa maka perbuatan oknum Kades ini tidak termasuk pada unsur yang dapat membuat dia harus diberhentikan dari jabatannya. Namun dilain pihak sebagian masyarakat menganggap bahwa perbuatan oknum kades ini tidak dapat di telorir karena seorang khalifah yang berbuat hal yang tidak senonoh, tidak cocok lagi menjadi pemimpin dan panutan umat di daerah yang menjunjung tinggi adat istiadat ini melalui falsah Adat bersendikan sara’ dan sara’ bersendikan kitabullah.
Dilematis memang, tapi semuanya tergantung ketegasan dan kebijakan pemerintah daerah, khususnya bapak Bupati. Semoga hal ini cepat selesai.(*MM)
Komentar