EMPAT atau tiga tahun sebelum reformasi. Matahari sudah mulai condong ke arah barat. Sudah dua jam menunggu. Belum ada tanda-tanda rapat evaluasi kinerja akhir tahun dengan para wartawan dimulai. Wakil Gubernur, Walikota, Bupati, para Asisten, Karo, Kadis, Kajati, Danrem dan Kapolda Sulutteng – dua yang disebut terakhir ini berpangkat kolonel – masih tetap duduk di kursi masing-masing. Mereka seperti enggan beranjak dari tempat duduknya.
Semua orang itu sedang menunggu Gubernur EE Mangindaan, Jenderal tentara bintang dua yang terkenal disiplin, tegas tapi humanis. Mangindaan sedang dalam perjalanan dari bandara Sam Rarulangi menuju kantor gubernur. Dia baru tiba dari Jakarta.
Sebelum rapat dimulai, wartawan Kompas, Fredy Roeroe mengingatkan Saya agar siap-siap menerima omelan Mangindaan. Kata Fredy, saat masih di Jakarta, Mangindaan menelpon beberapa pejabat lalu marah-marah lantaran membaca pemberitaan majalah Fakta – ini berita kesekian yang menohok Pemprov – dengan judul, “Raktyat Kelaparan, Gubernur Pelisiran”. Kasus kelaparan itu menimpa beberapa keluarga di Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo, dimusim kemarau yang panjang.
Betul. Begitu acara dimulai, setelah wartawan Manado Post diomelin, giliran saya diomelin. Kata Mangindaan yang saya masih ingat; You kalau bikin berita harus check, recheck, croscheck n finalcheck, jangan menulis seenak perut you”. Suasana seketika berubah sunyi. Semua mata tertuju ke saya. Pas saya ditempatkan di jejeran pertama kursi paling depan. Tapi tidak berlangsung lama, usai mengeluarkan semua unek-unek, giliran wartawan diberikan kesempatan untuk bertanya.
Saya mendapat urutan ketiga bertanya. “Kami sudah melakukan apa yang pak gub inginkan yakni check, recheck, croscheck n finalcheck. Terakhir sebelum berita dimuat kami berulangkali menghubungi Kepala Biro Humas tapi yang bersangkutan tidak di tempat. Kalo pak gub merasa keberatan dengan pemberitaan kami, bisa mengajukan hak jawab atau menempuh jalur hukum”, kata saya lepas.
Apa jawab Mangindaan, sungguh di luar dugaan banyak orang. “Karo Kepegawaian, hari ini buat SK Karo Humas. Ganti dengan David. Habis acara ini SK-nya sudah di meja saya”, perintah Mangindaan kepada Karo Kepegawaian. Yang dimakud David oleh Mangindaan adalah David Bobihoe, bertugas dibagian protokoler, sedang berdiri di sudut ruang rapat dengan beberapa staf protokoler lainnya. David terlihat terperanjat lalu memberi hormat ketika namanya disebut. Waktu itu nyaris semua wartawan tidak mengenal David.
Hampir empat tahun David menjadi Karo Humas mendampingi Magindaan. Sebelumnya Mangindaan sudah tiga kali bongkar pasang Karo Humas. Waktu itu, teman-teman wartawan, termasuk Hamim Pou, Bupati Bone Bolango saat ini, kalo merasa tidak cocok dengan Karo Humas langsung ngomong ke Mangindaan minta supaya diganti.
David bisa bertahan lama sebagai Karo Humas karena dia bisa menjembatani wartawan dengan semua petinggi Pemprov. Dan, yang lebih penting lagi, Dia juga mampu membangun komunikasi dengan kelompok wartawan yang tidak mau diatur-atur Pemprov, kemampuan yang tidak ada pada beberapa Karo Humas sebelumnya. Dan efeknya, Mangindaan merasa ‘terlindungi’ dari sengatan ‘nyamuk’ pers.
Masuk reformasi, banyak pejabat yang diam-diam atau terang-terangan meninggalkan Mangindaan. Tetapi tidak dengan David yang tetap setia mendampingi hingga mengahiri tugas sebagai gubernur. Dan, David seperti tidak ada harapan lagi untuk meniti karier yang lebih tinggi sepeninggal Mangindaan itu. Namun apa yang terjadi?
“Saya diminta Mangindaan agar mengangkat David sebagai Sekda. Beliau bilang orangnya sangat loyal”, ungkap Bupati Ahmad Pakaya suatu hari. Selamat jalan Pak David. Insya Allah husnul khatimah. Deswerd Zougira
Komentar