Laporan : Tim Kabar Publik (Jarber SMSI)
Editor : Mahmud Marhaba.
JAKARTA [KP] – Penyataan Abdullah Lahay dalam sebuah statemen pada media online di Gorontalo mengundang tanggapan dari mantan Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat, Marah Sakti Siregar.
Kepada media ini dirinya mengatakan jika Abdullah Lahay yang juga pemilik media online tilongkabilanews.com kurang mengikuti perkembangan dunia kewartawanan.
Marah Sakti menegaskan jika Dewan Pers (DP) sangat berbeda jauh dengan Dewan Pers Indonesia (DPI) yang kini sedang gencar gencarnya mengeluarkan sertifikat verifikasi media online.
“Jelas sangat beda Dewan Pers (Independen) yang legal bergerak pasca reformasi dengan Dewan Pers Indonesia, badan baru yang berupaya menjadi tandingan DP,” ungkap Marah Sakti Siregar kepada kabarpublik.id, Jumat (22/11/2019).
Dewan Pers ungkap Marah Sakti, sejak berkiprah pasca berlakunya UU nomor 40 tahun 1999 ini diakui (legal) oleh pemerintah. Karena itu resmi mendapat anggaran dari APBN. Terlebih lagi, Dewan Pers kata Marah, diakui dan memiliki konstituen tetap diantaranya organisasi wartawan arus utama diantaranya PWI, AJI, IJTI, dan perkumpulan media di lima platform (cetak, radio, televisi, siber dan fotografi), diantaranya, SPS, SGP, ATVSI, ATLI, PRSSNI, dan beberapa organisasi wartawan dan media lainnya.
Dewan Pers dan konstituennya tegas Marah Sakti, sejak tahun 2010, pasca dicetuskannya Piagam Palembang di HPN 2010, kemudian melaksanakan program sertifikasi wartawan profesional (UKW) guna meningkatkan kompetensi wartawan. Sedangkan DPI berdiri dengan motor dua organisasi wartawan baru, menamakan diri Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia).
“Kedua organisasi ini menolak program UKW dan sertifikasi media yang dilaksanakan Dewan Pers atas rekomendasi Piagam Palembang,” tegas Marah Sakti Siregar yang juga merupakan tenaga ahli Dewan Pers.
Kata Marah Sakti, mereka (SPRI dan PPWI) malah menggugat Dewan Pers ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu kemudian ditolak Pengadilan Negeri Jakpus, Februari 2019. Pengadilan Negeri Jakpus menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan itu. Mereka terus maju ke Pengadilan Tinggi, gugatan itu secara telak akhirnya resmi ditolak Pengadilan Tinggi.
“Para penolak Dewan Pers itu kemudian mengumumkan berdirinya Dewan Pers Indonesia dan menyatakan diri berhak dan sah menjadi dewan pers yang mau memayungi kemerdekaan Indonesia. Bagi saya pengakuan sepihak boleh-boleh saja. Tapi, karena tak begitu mengenal figur wartawan dan media yang berkumpul disana, saya tidak percaya badan pers tandingan itu bermaksud membangun pers yang independen dan merdeka sebagaimana diamanatkan UU no 40 tahun 1999,” ungkap Marah Sakti.
Dirinya pun menghimbau agar warga PWI kita berada dan mendukung eksistensi Dewan Pers (Independen).
“Semoga sohibku bisa kembali ke jalan yang benar, Aamiin,” tutup Marah Sakti.
Sementara itu, Abdullah Lahay yang dimintai keterangan terkait statemen Marah Sakti Siregar mengatakan bahwa dirinya hanya berpendapat bahwa diera reformasi seperti sekarang setiap insan pers punya hak untuk berorganisasi.
Dikatakannya, dulu di era Orde Baru wadah pers hanya satu, setelah reformasi, wadah pers menjadi 50-an, yang kemudian oleh DP diakui hanya 3 yaitu PWI, IJTI, AJI dan aliansi wartawan lainnya.
“Kalau ada yang mendirikan organisasi wadah lain maka itu hak mereka. Sebagai anggota PWI sejak tahun 1972 tentu saja saya punya hak mengikuti induk organisasi saya PWI,” tegas Abdullah Lahay kepada kabarpublik.id.
Namun, statemen Abdullah Lahay pada salah satu media yang kemudian diviralkan oleh media arus DPI dijadikan pijakan seolah-olah dirinya merespon dan telah masuk ke DPI. Dirinya pun dengan tegas membantahnya.
“Kalau cuma tafsiran ya jangan dijadikan rujukanlah. Dukungan itu bila dilakukan tertulis dan ditandatangani, bukan sekedar narasi. Jadi jangan menafsirkan ucucapan, sekali lagi kartu anggota saya PWI, ya saya harus loyal kepada organisasi induk saya. Kecuali kalo kartu anggota PEI saya yang saya pegang sejak jadi wartawan di Harian KAMI di Jakarta tahun 1972-1975 dan Redaktur Pelaksana Harian TERBIT Jakarta 1975-2005 serta Pemred Harian Limboto Express di Gorontalo 2003-2006 dicabut,” tegas wartawan senior ini sambil mengatakan jika statemen ini sebagai klarifikasi atas kondisi saat ini.
Bahkan, Lahay meyakinkan jika Ketum PWI dari dulu sampai sekarang adalah teman seangkatan dirinya, juga semua anggota, pengurus PWI Pusat dan DKI Jaya juga adalah teman temannya.
“Mana mungkin saya menghianati mereka,” tegas Lahay meyakinkan media ini.
Diakhir penyampaiannya Lahay menegaskan jika dirinya sampai sekarang belum menjadi anggota DPI, ketemu pun belum pernah, mana lagi dirinya tinggal di Jakarta.
“Bang Marahsakti dan Ilham Bintang adalah sahabat kental saya yang terlama, mana mungkin saya menghianati mereka. Saya yakin mereka pasti tidak ragukan loyalitas saya dengan PWI dan personal mereka, kecuali ada pihak pihak yang memutarbalikkan fakta,” ungkap wartawan yang telah meniti karir sejak Orde Baru hingga di jaman milenial ini.#[KP]
Komentar